Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab Sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat Demokratis di Indonesia
Pers yang Bebas
dan Bertanggung Jawab Sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat Demokratis
di Indonesia

Disusun untuk melengkapi tugas mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tahun ajaran
2013/2014
|
Disusun oleh kelompok 2 kelas XII IPA 1
Anggota:

SMA 1 BAE
Jl. Jend. Sudirman KM.
04, Telp./Fax.(0291)438821 Kudus 59322
TAHUN AJARAN
2013/2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Syukur
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah Pendidikan Kewarganegaraan “Pers yang Bebas dan
Bertanggung Jawab Sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat Demokratis di
Indonesia” ini dengan baik dan
lancar.
Makalah
ini kami buat untuk melengkapi tugas Pendidikan Kewarganegaraan, selain itu
dapat menambah
pengetahuan bagi penyusun dan
para pembaca. Makalah ini disusun
dengan mengacu pada berbagai sumber, mulai dari buku maupun internet.
Mudah-mudahan
dengan tersusunnya makalah ini dapat di gunakan sebagai sarana menambah
pengetahuan bagi penulis maupun pembaca.
Penyusun
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna,
maka dari itu kritik dan saran senantiasa penyusun harapkan.
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Judul.....................................................................................................................1
Kata
Pengantar....................................................................................................................2
Daftar
Isi..............................................................................................................................3
BAB 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang.........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................4
D. Manfaat...................................................................................................................5
E. Sistematika Penulisan..............................................................................................5
BAB
2
Kode Etik Jurnalistik
A. Kode Etik.................................................................................................................6
B. Penyimpang kode etik jurnalistik oleh berbagai
media........................................19
C. Upaya-upaya pemerintah dalam mengendali-kan
kebebasan pers.....................24
BAB 3
Penutup
A.
Kesimpulan...........................................................................................................27
B.
Saran.....................................................................................................................27
Daftar Pustaka..................................................................................................................28
Lampiran..........................................................................................................................29
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Jurnalistik adalah
suatu pekerjaan yang mengemban tanggung jawab dan mensyaratkan adanya
kebebasan. Karena, tanpa adanya kebebasan seorang wartawan sulit untuk
melakukan pekerjaanya. Akan tetapi, kebabasan tanpa disertai tanggung jawab
mudah menjerumuskan wartawan kedalam praktek jurnlistik yang kotor, merendahkan
harkat dan martabat wartawan tersebut. Karena itulah baik di negara-negara maju
maupun negara berkembang persyaratan untuk menjadi wartawan dirasa sangat berat
sekali. Wartawan harus benar-benar bisa menjaga perilaku dalam kegiatan
jurnalistiknya sesuai dengan aturan yang ada, yaitu sesuai dengan kode etik
jurnalistik, dan Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 tahun 1999.
Kode Etik
haruslah menjadi landasan moral. Penetapan kode etik guna menjamin
tegakanya kebebasan pers serta terpenuhinya hak – hak masyarakat. Wartawan
memiliki kebebasan pers yakni kebebasan mencari, memperoleh dan menyebarluaskan
gagasan dan informasi. Meskipun demikian, kebebasan disini dibatasi dengan
kewajiban menghormati norma norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat.
B.
Rumusan Masalah
Untuk membatasi pembahasan masalah pada
makalah ini penulis menyusun rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa itu kode etik
jurnalistik ?
2.
Apa saja
penyimpangan yang dilakukan berbagai media?
3.
Apa upaya pemerintah dalam mengendalikan kebebasan Pers?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui dan mengerti apa itu kode etik
jurnalistik, apa saja yang terdapat didalamnya serta pengaplikasiannya dalam kehidupan jurnalistik nantinya.
2.
Mengetahui pelanggaran/penyimpangan apa
saja yang sering dilakukan berbagai media saat ini.
3.
Menganggulangi dan mencegah untuk terjadinya penyimpangan terhadap kode etik jurnalistik.
D.
Manfaat
Penulis mengharapkan
bahwa makalah yang dibuat ini akan bermanfaat diberbagai kalangan terutama
kalangan siswa – siswi dan Bapak/Ibu Guru. Manfaat yang bisa dirasakan antara
lain :
1.
Menambah pengetahuan mengenai kebebasan pers yang
bertanggung jawab.
2.
Kita bisa menilai suatu berita
apakah menyimpang dari kode etik jurnalistik atau tidak.
3.
Kita
mengetahui dan mengerti apa itu kode etik jurnalistik, apa saja yang terdapat
didalamnya serta bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan jurnalistik.
4.
Dapat
mengetahui berita mana yang harus dipercaya dan yang tidak dapat dipercaya.
E.
Sistematika Penulisan
Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini
penulis menggunakan studi kepustakaan, yaitu penulis mempelajari buku-buku yang
berhubungan dengan Pers yang Bebas
dan Bertanggung Jawab Sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat Demokratis
di Indonesia.
Sistematika Penulisan Di dalam makalah ini terdiri dari tiga bab yaitu:
1. Bab I berisi
Pendahuluan,
2. Bab II berisi
Pembahasan,
3. Bab II berisi Penutup.
BAB 2
KODE ETIK
JURNALISTIK
A.
Kode Etik
A.1
Kode Etik secara Umum
Kode adalah sistem pengaturan – pengaturan (system of
rules). Etik adalah norma perilaku, suatu perbuatan dikategorikan etis apabila
sesuai dengan aturan yang menuntun perilaku baik manusia. Sedangkan jurnalistik
adalah profesi dalam kegiatan tulis menulis berita atau kewartawanan. Kode etik
ialah norma yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai pedoman tingkah laku.
Kode etik merupakan
himpunan etika profesi kewartawanan dan ditetapkan oleh dewan pers. Etika pers
adalah etika semua orang yang terlibat dalam kegiatan pers, terdiri dari
kewajiban pers, baik dan buruknya, pers yang benar dan pers yang mengatur
tingkah laku pers.
Sumber etika pers adalah
keadaan moral pers mengenai pengetahuan baik dan buruk, benar dan salah, serta tepat
dan tidak tepat bagi orang – orang yang terlibat dalam kegiatan pers.
Kode etik memiliki ciri – ciri antara lain :
1.
Kode etik dibuat dan disusun oleh organisasi profesi
ybs. Sesuai dengan aturan organisasi dan bukan dari pihak luar.
2.
Sanksi bagi yang melanggar kode etik bukan pidana,
melainkan bersifat moral atau mengikat secara moral pada anggota kelompok
tersebut.
3.
Daya jangkau suatu kode etik hanya berlaku pada
anggota organisasi yang memiliki kode etik tersebut bukan pada organisasi lain.
Kode etik memiliki fungsi
sebagai :
1.
Alat kontrol sosial, yaitu tidak hanya mengatur hubungan antara sesama
anggota seprofesi, tetapi juga dapat mengatur hubungan antara anggota
organisasi profesi tersebut dengan masyarakat.
2.
Mencegah adanya kontrol dan campur tangan pihak lain, termasuk pemerintah
atau kelompok masyarakat tertentu.
Kode etik pers memiliki
klarifikasi 3 mode, yaitu kode etik wartawan indonesia, kode praktik bagi media
pers, dan kode etik jurnalistik.
A.2
Kode Etik Jurnalistik
Kode etik jurnalistik adalah
sejumlah aturan dasar yang mengikat seluruh profesi kewartawanan dalam
menjalankan tugas dan perannya sebagai wartawan.
kode etik
jurnalistik merupakan hal yang digunakan sebagai landasan pers dalam
melaksanakan kegiatannya, hal ini tercantum dalam rules of the game untuk pers
yaitu antara lain :
- Landasan Idiil :
Pancasila (Pemb. UUD 1945)
- Landasan Konstitusi :
Undang-Undang Dasar 1945
- Landasan Yuridis :
Undang-undang Pokok Pers
- Landasan Strategis : GBHN
- Landasan Profesional : Kode
Etik Jurnalistik
- Landasan Etis :
Tata nilai yang berlaku dalam masyarakat
Berikut ini akan
dijabarkan Kode Etik Jurnalistik beserta penafsirannya yang berasal dari Hasil Kongres XXII di Banda Aceh 27-29 Juli 2008. Draft awal
adalah keputusan Konkernas PWI 4 – 10 Juli 2007 di Jayapura, Papua.
PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang-Undang Dasar
1945. Oleh sebab itu kemerdekaan pers wajib dihormati oleh semua pihak.
Mengingat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara
berdasarkan atas hukum, seluruh wartawan Indonesia menjunjung tinggi konstitusi
dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma-norma
profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila.
Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas,
dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat,
dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik
yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan terutama anggota PWI.
PENAFSIRAN
PEMBUKAAN
PEMBUKAAN
Kode Etik
Jurnalistik ialah ikrar yang bersumber pada hati nurani wartawan dalam
melaksanakan kemerdekaan mengeluarkan pikiran yang dijamin sepenuhnya oleh
Pasal 28 UUD 1945, yang merupakan landasan konstitusional wartawan dalam
menjalankan tugas jurnalistiknya.
Kemerdekaan
mengeluarkan pikiran ialah hak paling mendasar yang dimiliki setiap insan
wartawan, yang wajib dijunjung tinggi dan dihormati oleh semua pihak. Sekalipun
kemerdekaan mengeluarkan pikiran merupakan hak wartawan yang dijamin
konstitusi, mengingat negara kesatuan Republik Indonesia ialah negara
berdasarkan hukum, maka setiap wartawan wajib menegakkan hukum, keadilan dan
kebenaran dalam menggunakan haknya untuk mengeluarkan pikiran.
Wartawan
bersama seluruh masyarakat, wajib mewujudkan prinsip-prinsip kemerdekaan pers
yang profesional dan bermartabat. Tugas dan tanggungjawab yang luhur itu hanya
dapat dilaksanakan, apabila wartawan selalu berpegang teguh kepada kode etik
jurnalistik, dan masyarakat memberi kepercayaan penuh serta menghargai
integritas profesi tersebut.
Mengingat
perjuangan wartawan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
perjuangan bangsa Indonesia, maka selain bertanggungjawab kepada hati
nuraninya, setiap wartawan wajib bertangungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa,
kepada Masyarakat, Bangsa dan Negara dalam melaksanakan hak, kewajiban, dan
tanggung jawabnya sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Sadar akan
hak, kewajiban dan tanggung jawabnya itu, dan untuk melestarikan kemerdekaan
pers yang profesional dan bermartabat serta kepercayaan masyarakat, maka dengan
ikhlas dan penuh kesadaran wartawan menetapkan kode etik jurnalistik yang wajib
ditaati dan diterapkan.
BAB I
KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS
PENAFSIRAN
BAB I
KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS
Wartawan
harus memiliki kepribadian dalam arti keutuhan dan keteguhan jati diri, serta
integritas dalam arti jujur, adil, arif dan terpercaya.
Kepribadian
dan integritas wartawan yang ditetapkan di dalam Bab I Kode Etik Jurnalistik
mencerminkan tekad PWI mengembangkan dan memantapkan sosok Wartawan sebagai
profesional, penegak kebenaran, nasionalis, konstitusional dan demokratis serta
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal 1
Wartawan
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa
Pancasila taat Undang-Undang Dasar Negara RI, kesatria, bersikap
independen serta terpercaya dalam mengemban profesinya.
PENAFSIRAN
Pasal 1
Pasal 1
1. Semua
perilaku, ucapan dan karya jurnalistik wartawan harus senantiasa dilandasi,
dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, serta oleh nilai-nilai luhur Pancasila, dan mencerminkan
ketaatan pada Konstitusi Negara.
2. Ciri-ciri wartawan yang kesatria, adalah :
• Berani membela kebenaran dan keadilan;
• Berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya, termasuk karya jurnalistiknya;
• Bersikap demokratis
• Menghormati kebebasan orang lain dengan penuh santun dan tenggang rasa;
• Dalam menegakkan kebenaran, senantiasa menjunjung tinggi harkat-martabat manusia dengan menghormati orang lain, bersikap demokratis, menunjukkan kesetiakawanan sosial.
3. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara adalah, wartawan Indonesia sebagai makluk sosial yang bekerja bukan untuk kepentingan diri sendiri, kelompok atau golongan, melainkan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara;
4. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
5. Terpercaya adalah orang yang berbudi luhur, adil, arif dan cermat, serta senantiasa mengupayakan karya terbaiknya.
2. Ciri-ciri wartawan yang kesatria, adalah :
• Berani membela kebenaran dan keadilan;
• Berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya, termasuk karya jurnalistiknya;
• Bersikap demokratis
• Menghormati kebebasan orang lain dengan penuh santun dan tenggang rasa;
• Dalam menegakkan kebenaran, senantiasa menjunjung tinggi harkat-martabat manusia dengan menghormati orang lain, bersikap demokratis, menunjukkan kesetiakawanan sosial.
3. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara adalah, wartawan Indonesia sebagai makluk sosial yang bekerja bukan untuk kepentingan diri sendiri, kelompok atau golongan, melainkan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara;
4. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
5. Terpercaya adalah orang yang berbudi luhur, adil, arif dan cermat, serta senantiasa mengupayakan karya terbaiknya.
Profesi adalah pekerjaan tetap yang memiliki unsur-unsur :
• Himpunan pengetahuan dasar yang bersifat khusus;
• Terampil dalam menerapkannya;
• Tata cara pengujian yang obyektif;
• Kode Etik serta lembaga pengawasan dan pelaksanaan penaatannya.
Pasal 2
Wartawan
dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya
menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar)
yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan
bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan
yang dilindungi oleh undang-undang dan prasangka atau diskriminasi terhadap
jenis kelamin, orang cacat, sakit, miskin atau lemah.
PENAFSIRAN
Pasal 2
Pasal 2
Wartawan
wajib mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan tulisan, gambar, suara, serta
suara dan gambar dengan tolak ukur : Yang dapat membahayakan keselamatan dan
keamanan negara ialah memaparkan atau menyiarkan rahasia negara atau rahasia
militer,dan berita yang bersifat spekulatif.
Mengenai
penyiaran berita yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta
menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang
dilindungi oleh undang-undang, wartawan perlu memperhatikan kesepakatan selama
ini menyangkut isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) dalam masyarakat.
Tegasnya, wartawan Indonesia menghindari pemberitaan yang dapat memicu
pertentangan suku, agama, ras dan antargolongan.
Pasal 3
Wartawan
tidak beriktikad buruk, tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar,
suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan, memutar balikkan fakta,
bohong, bersifat fitnah, cabul, sadis, dan sensasional.
PENAFSIRAN
Pasal 3
Pasal 3
1. Yang
dimaksud tidak beriktikad buruk berarti tidak ada niat secara
sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
2. Yang dimaksud
dengan menyesatkan adalah berita yang membingungkan, meresahkan, membohongi,
membodohi atau melecehkan kemampuan berpikir khalayak.
3. Yang dimaksud
dengan memutarbalikkan fakta, adalah mengaburkan atau mengacau-balaukan fakta
tentang suatu peristiwa dan persoalan, sehingga masyarakat tidak memperoleh
gambaran yang lengkap, jelas, pasti dan seutuhnya untuk dapat membuat
kesimpulan dan atau menentukan sikap serta langkah yang tepat.
4.
Yang dimaksud dengan bersifat fitnah, adalah membuat kabar atau
tuduhan yang tidak berdasarkan fakta atau alasan yang dapat dipertanggung
jawabkan.
5.
Yang dimaksud dengan Cabul, adalah melukai perasaan susila dan
berselera rendah.
6.
Yang dimaksud dengan sadis, adalah kejam, kekerasan dan mengerikan.
7.
Yang dimaksud dengan sensasi berlebihan, adalah memberikan
gambaran yang melebihi kenyataan sehingga bisa menyesatkan.
Pasal 4
Wartawan
tidak menyalahgunakan profesinya dan tidak menerima imbalan untuk menyiarkan
atau tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suar, suara dan gambar),
yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang atau sesuatu pihak.
PENAFSIRAN
Pasal 4
Pasal 4
1. Yang dimaksud dengan imbalan adalah pemberian
dalam bentuk materi, uang, atau fasilitas kepada wartawan untuk menyiarkan atau
tidak menyiarkan berita dalam bentuk tulisan di media cetak, tayangan di layar
televisi atau siaran di radio siaran.
Penerimaan imbalan sebagaimana dimaksud Pasal ini, adalah perbuatan tercela.
2. Semua tulisan atau siaran yang bersifat sponsor atau pariwara di media massa harus disebut secara jelas sebagai penyiaran sponsor atau pariwara.
Penerimaan imbalan sebagaimana dimaksud Pasal ini, adalah perbuatan tercela.
2. Semua tulisan atau siaran yang bersifat sponsor atau pariwara di media massa harus disebut secara jelas sebagai penyiaran sponsor atau pariwara.
BAB II
CARA PEMBERITAAN
Pasal 5
Wartawan
menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan ketepatan dari
kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini. Tulisan yang berisi
interpretasi dan opini, disajikan dengan menggunakan nama jelas
penulisnya. Penyiaran karya jurnalistik rekaulang dilengkapi
dengan keterangan, data tentang sumber rekayasa yang ditampilkan.
PENAFSIRAN
Pasal 5
1.
Yang dimaksud berita secara berimbang dan adil ialah menyajikan
berita yang bersumber dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan, penilaian
atau sudut pandang masing-masing kasus secara proporsional.
2.
Mengutamakan kecermatan dari kecepatan, artinya setiap penulisan,
penyiaran atau penayangan berita hendaknya selalu memastikan kebenaran dan
ketepatan sesuatu peristiwa dan atau masalah yang diberitakan.
3.
Tidak mencampuradukkan fakta dan opini,
artinya seorang wartawan tidak menyajikan pendapatnya sebagai berita atau
fakta.
Apabila suatu berita ditulis atau disiarkan dengan opini, maka
berita tersebut wajib disajikan dengan menyebutkan nama penulisnya.
Pasal 6
Wartawan
menghormati dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara,
serta suara dan gambar) kehidupan pribadi, kecuali menyangkut kepentingan umum.
PENAFSIRAN
Pasal 6
Pasal 6
Pemberitaan
hendaknya tidak merendahkan atau merugikan harkat-martabat, derajat, nama baik
serta perasaan susila seseorang. Kecuali perbuatan itu bisa berdampak negatif
bagi masyarakat.
Pasal 7
Wartawan
selalu menguji informasi, menerapkan prinsip adil, jujur, dan penyajian
yang berimbang serta menghormati asas praduga tak bersalah.
Wartawan menghormati asas praduga tak bersalah, senantiasa menguji kebenaran informasi, dan menerapkan prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang serta.
Wartawan menghormati asas praduga tak bersalah, senantiasa menguji kebenaran informasi, dan menerapkan prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang serta.
PENAFSIRAN
Pasal 7
Pasal 7
Seseorang
tidak boleh disebut atau dikesankan bersalah melakukan sesuatu tindak pidana
atau pelanggaran hukum lainnya sebelum ada putusan tetap pengadilan.
Prinsip adil,
artinya tidak memihak atau menyudutkan seseorang atau sesuatu pihak, tetapi
secara faktual memberikan porsi yang sama dalam pemberitaan baik bagi polisi,
jaksa, tersangka atau tertuduh, dan penasihat hukum maupun kepada para saksi,
baik yang meringankan maupun yang memberatkan.
Jujur,
mengharuskan wartawan menyajikan informasi yang sebenar-benarnya, tidak
dimanipulasi, tidak diputarbalikkan.
Berimbang,
tidak bersifat sepihak, melainkan memberi kesempatan yang sama kepada pihak
yang berkepentingan
Pasal 8
Wartawan
tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak
menyebut identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
PENAFSIRAN
Pasal 8
Pasal 8
Tidak
menyebut nama dan identitas korban, artinya pemberitaan tidak memberikan
petunjuk tentang siapa korban perbutan susila tersebut baik wajah, tempat
kerja, anggota keluarga dan atau tempat tinggal, namun boleh hanya menyebut
jenis kelamin dan umur korban. Kaidah – kaidah ini juga berlaku dalam kasus
pelaku kejahatan dibawah umur.
BAB III
SUMBER BERITA
Pasal 9
Wartawan
menempuh cara yang profesional, sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan
karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) dan selalu
menyatakan identitasnya kepada sumber berita, kecuali dalam peliputan yang
bersifat investigative.
PENAFSIRAN
Pasal 9
Pasal 9
1. Sopan, artinya wartawan berpenampilan rapi dan bertutur
kata yang baik. Juga, tidak menggiring, memaksa secara kasar, menyudutkan,
apriori, dan sebagainya,terhadap sumber berita.
2. Terhormat, artinya memperoleh bahan berita dengan cara-cara yang benar, jujur dan ksatria.
3 Mencari dan mengumpulkan bahan berita secara terbuka dan terang-terangan sehingga memberi keterangan dengan kesadaran bahwa dia turut bertanggung jawab atas berita tersebut.
(Contoh, tidak menyiarkan berita ‘hasil nguping’ atau secara sembunyi - sembunyi).
Menyatakan identitas pada dasarnya perlu untuk penulisan berita peristiwa langsung (straight news), berita ringan (soft news), karangan khas (features), dan berita pendalaman (in-depthreporting).
Untuk berita hasil penyelidikan/pengusutan (investigative reporting), pada saat pengumpulan fakta dan data wartawan boleh tidak menyebut identitasnya. Tetapi, pada saat mencari kepastian (konfirmasi) pada sumber yang berwenang, wartawan perlu menyatakan diri sedang melakukan tugas kewartawanan kepada sumber berita.
2. Terhormat, artinya memperoleh bahan berita dengan cara-cara yang benar, jujur dan ksatria.
3 Mencari dan mengumpulkan bahan berita secara terbuka dan terang-terangan sehingga memberi keterangan dengan kesadaran bahwa dia turut bertanggung jawab atas berita tersebut.
(Contoh, tidak menyiarkan berita ‘hasil nguping’ atau secara sembunyi - sembunyi).
Menyatakan identitas pada dasarnya perlu untuk penulisan berita peristiwa langsung (straight news), berita ringan (soft news), karangan khas (features), dan berita pendalaman (in-depthreporting).
Untuk berita hasil penyelidikan/pengusutan (investigative reporting), pada saat pengumpulan fakta dan data wartawan boleh tidak menyebut identitasnya. Tetapi, pada saat mencari kepastian (konfirmasi) pada sumber yang berwenang, wartawan perlu menyatakan diri sedang melakukan tugas kewartawanan kepada sumber berita.
Pasal 10
Wartawan
dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan
yang tidak akurat dengan disertai permintaan maaf, dan memberi kesempatan hak
jawab secara proporsional kepada sumber atau obyek berita.
PENAFSIRAN
Pasal 10
Pasal 10
Hak jawab
diberikan pada kesempatan pertama untuk menjernihkan duduk persoalan yang
diberikan.
Pelurusan
atau penjelasan tidak boleh menyimpang dari materi pemberitaan bersangkutan,
dan maksimal sama panjang dengan berita sebelumnya.
Pasal 11
Wartawan
harus menyebut sumber berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi
sumber berita serta meneliti kebenaran bahan berita.
PENAFSIRAN
Pasal 11
Pasal 11
1. Sumber berita merupakan penjamin kebenaran
dan ketepatan bahan berita. Karena itu, wartawan perlu memastikan kebenaran
berita dengan cara mencari dukungan bukti-bukti kuat (atau otentik) atau
memastikan kebenaran dan ketepatannya pada sumber-sumber terkait.
Upaya dan proses pemastian kebenaran dan ketepatan bahan berita adalah wujud iktikad, sikap dan perilaku jujur dan adil setiap wartawan profesional.
2. Sumber berita dinilai memiliki kewenangan bila memenuhi syarat-syarat:
Kesaksianlangsung, Ketokohan, Pengalaman. Kedudukan/jabatan terkait dan keahlian.
Upaya dan proses pemastian kebenaran dan ketepatan bahan berita adalah wujud iktikad, sikap dan perilaku jujur dan adil setiap wartawan profesional.
2. Sumber berita dinilai memiliki kewenangan bila memenuhi syarat-syarat:
Kesaksianlangsung, Ketokohan, Pengalaman. Kedudukan/jabatan terkait dan keahlian.
Pasal 12
Wartawan
tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa
menyebut sumbernya.
PENAFSIRAN
Pasal 12
Mengutip
berita, tulisan atau gambar hasil karya pihak lain tanpa menyebut sumbernya
merupakan tindakan plagiat, tercela dan dilarang.
Pasal 13
Wartawan
dalam menjalankan profesinya memiliki hak tolak untuk melindungi identitas dan
keberadaan narasumber yag tidak ingin diketahui. Segala tanggung jawab akibat
penerapan hak tolak ada pada wartawan yang bersangkutan.
PENAFSIRAN
Pasal 13
Pasal 13
1.
Nama atau identitas sumber berita perlu disebut, kecuali atas
permintaan sumber berita itu untuk tidak disebut nama atau identitasnya
sepanjang menyangkut fakta lapangan (empiris) dan data.
2.
Wartawan mempunyai hak tolak, yaitu hak untuk tidak mengungkapkan
nama dan identitas sumber berita yang dilindunginya.
3.
Terhadap sumber berita yang dilindungi nama dan identitasnya hanya
disebutkan “menurut sumber —-“ (tetapi tidak perlu menggunakan kata-kata
“menurut sumber yang layak dipercaya”). Dalam hal ini, wartawan bersangkutan
bertanggungjawab penuh atas pemuatan atau penyiaran berita tersebut.
Pasal 14
Wartawan menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak
menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan
berita, serta tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak
dimaksudkan sebagai bahan berita. Serta tidak menyiarkan keterangan “off the record”.
PENAFSIRAN
Pasal 14
1. Embargo, yaitu permintaan menunda penyiaran
suatu berita sampai batas waktu yang ditetapkan oleh sumber berita, wajib
dihormati.
2. Bahan latar belakang adalah informasi yang
tidak dapat disiarkan langsung dengan menyebutkan identitas sumber berita,
tetapi dapat digunakan sebagai bahan untuk dikembangkan dengan penyelidikan
lebih jauh oleh wartawan bersangkutan, atau dijadikan dasar bagi suatu karangan
atau ulasan yang merupakan tanggung jawab wartawan bersangkutan sendiri.
3. Keterangan “off the record” atau keterangan
bentuk lain yang mengandung arti sama diberikan atas perjanjian antara sumber
berita dan wartawan bersangkutan dan tidak disiarkan.
Untuk menghindari salah faham, ketentuan “off the record” harus dinyatakan secara tegas oleh sumber berita kepada wartawan bersangkutan.
Ketentuan tersebut dengan sendirinya tidak berlaku bagi wartawan yang dapat membuktikan telah memperoleh bahan berita yang sama dari sumber lain tanpa dinyatakan sebagai “off the record”.
Untuk menghindari salah faham, ketentuan “off the record” harus dinyatakan secara tegas oleh sumber berita kepada wartawan bersangkutan.
Ketentuan tersebut dengan sendirinya tidak berlaku bagi wartawan yang dapat membuktikan telah memperoleh bahan berita yang sama dari sumber lain tanpa dinyatakan sebagai “off the record”.
BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 15
Wartawan
harus dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Jurnalistik
PWI (KEJ-PWI) dalam melaksanakan profesinya.
PENAFSIRAN
Pasal 15
Pasal 15
Kode Etik
Jurnalistik dibuat oleh wartawan, dari dan untuk wartawan sebagai acuan moral
dalam menjalankan tugas kewartawanannya dan berikrar untuk menaatinya.
Pasal 16
Wartawan
menyadari sepenuhnya bahwa penaatan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada
pada hati nurani masing-masing.
PENAFSIRAN
Pasal 16
Pasal 16
Penaatan dan
pengamalan kode etik jurnalistik bersumber dari hati nurani masing-masing
wartawan.
Pasal 17
Wartawan
mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran Kode Etik
Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI.
Tidak satu
pihakpun diluar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap wartawan dan atau
medianya berdasar pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik ini.
PENAFSIRAN
Pasal 17
PENAFSIRAN
Pasal 17
1. Kode Etik Jurnalistik ini merupakan
pencerminan adanya kesadaran profesional. Hanya PWI yang berhak mengawasi pelaksanaannya
dan atau menyatakan adanya pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh wartawan serta menjatuhkan sanksi atas wartawan
bersangkutan.
2. Pelanggaran kode etik jurnalistik tidak dapat dijadikan dasar pengajuan gugatan pidana maupun perdata.
2. Pelanggaran kode etik jurnalistik tidak dapat dijadikan dasar pengajuan gugatan pidana maupun perdata.
Dalam hal pihak luar menyatakan keberatan terhadap penulisan atau
penyiaran suatu berita, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada PWI
melalui Dewan Kehormatan PWI. Setiap pengaduan akan ditangani oleh Dewan
Kehormatan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam pasal-pasal 22, 23, 24, 25,
26 dan 27 Peraturan Rumah Tangga PWI.
Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga dan Kode Etik Jurnalistik
PWI sesuai dengan hasil Kongres XXII PWI di Banda Aceh 27-29 Juli 2008.
A.3
Kode Etik Wartawan Indonesia
Dewan Pers
dalam rapat koordinasi dengan 26 organisasi wartawan di Bandung (5-7 Agustus
1999), dalam salah satu bahasannya berhasil menyepakati 7 butir Kode Etik Wartawan Indonesia.
Isi Kode Etik Tersebut:
1. Wartawan
Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Wartawan
Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan
informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
3. Wartawan
Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta
dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak
melakukan plagiat.
4. Wartawan
Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadisdan
cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
5. Wartawan
Indonesia tidak menerima suap, dan tidak menyalahgunakan profesi.
6. Wartawan
Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
7. Wartawan
Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta
melayani Hak Jawab.
Organisasi PWI memiliki dewan kehormatan yang berwenang
untuk memberikan sanksi terhadap pelakunya. Keputusan lembaga ini tidak dapat
diganggu gugat. Hukuman yang dijatuhkan kepada pelanggar sebagai berikut :
1.
Peringatan biasa
2.
Peringatan keras
3.
Skorsing dari
keanggotaan PWI untuk selama – lamanya 2 tahun
A.4
Kode Praktik bagi
Media Pers
Kode praktik bagi media pers disusun oleh dewan pers
sebagai upaya penegakan independensi serta penerapan prinsip pers mengatur
sendiri (self regulated). Fungsinya menjamin berlakunya etika dan standar
jurnalis profesional serta media yang bertatunggung jawab. Oleh karena itu
disusunlah kode praktik jurnalistik yang meliputi sebagai berikut:
a)
Privasi
1)
Penggunaan kamera
tanpa seizin yang bersangkutan tidak dibenarkan.
2)
Redaksi harus
menjamin wartawannya mematuhi semua ketentuan.
3)
Wartawan tidak
boleh bertahan di kediaman narasumber yang telah memintanya meninggalkan
tempat.
4)
Setiap orang
berhak dihormati privasinya.
5)
Pers wajib
berhati – hati menahan diri menerbitkan informasi yang bisa dikategorikan
melanggar privasi, kecuali hal itu demi kepentingan publik.
6)
Wartawan tidak
menelepon, bertanya, memaksa, atau memotret seseorang setelah diminta untuk
menghentikan upaya itu.
7)
Wartawan dan
fotografer tidak diperbolehkan memperoleh atau mencari informasi dan gambar
melalui intimidasi, pelecehan, atau pemaksaan.
b)
Diskriminasi
1)
Pers menghindari
penulisan yang mendetail tenatng keadaan atau profil seseorang kecuali hal itu
secara langsung berkaitan dengan isi berita.
2)
Pers menghindari
prasangka atau sikap merendahkan seseorang berdasarkan perbedaan.
c)
Akurasi
1)
Pers tidak
menerbitkan informasi yang kurang akurat, menyesatkan, atau diputarbalikkan.
2)
Pers wajib
membedakan antara komentar, dugaan, dan fakta.
3)
Pers kritis
terhadap sumber berita dan mengkaji fakta dengan hati – hati.
4)
Jika diketahui
informasi yang dimuat/disiarkan ternyata tidak akurat, menyesatkan, atau
diputarbalikkan, koreksi harus segera dilakukan jika perlu disertai permohonan
maaf.
5)
Pers menyiarkan
secara seimbang dan akurat hal – hal yang menyangkut pertikaian yang melibatkan
dua pihak.
6)
Dalam menyebarkan
informasi, pers wajib menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan
individu atau kelompok.
d)
Liputan
Kriminalitas
1)
Pers tidak boleh
mengidentifikasi anak – anak di bawah umur yang terlibat dalam kasus serangan
seksual.
2)
Pers
menghindarkan identifikasi keluarga atau teman yang dituduh atau disangka
melakukan kejahatan tanpa seizin mereka.
3)
Pertimbangan
khusus harus diperhatikan untuk kasus anak – anak yang menjadi saksi atau
menjadi korban kejahatan.
e)
Pornografi
1)
Pers tidak
menyiarkan informasi dan produk visual yang diketahui menghina atau melecehkan
perempuan.
f)
Sumber rahasia
1)
Pers memiliki
kewajban moral untuk melindungi sumber- sumber informasi rahasia atau
konfidensial. Cara yang dilakukan sebagai berikut :
I.
Dokumen atau foto
hanya boleh diambil tanpa seizin pemiliknya.
II.
Jurnalis tidak
memperoleh atau mencari informasi atau gambar melalui cara- cara yang tidak dibenarkan
atau menggunakan dalih – dalih.
III.
Dalih dapat
dibenarkan bila menyangkut kepentingan publik.
g)
Hak jawab dan
bantahan
1)
Hak jawab atas
berita yang tidak akurat harus dihormati.
2)
Kesalahan dan
ketidakakuratan wajib segera dikoreksi.
3)
Koreksidan
sanggahan wajib diterbitkan segera.
A.5
Kode Etik
Wartawan Seluruh Dunia
Untuk secara universal
atau dunia memiliki kode etik yang telah disahkan oleh perkumpulan wartawan
seluruh dunia. Kode etik itu antara lain :
1)
Dalam
melaksanakan kewajiban ini wartawan harus membela prinsip – prinsip kebebasan
dan pengumpulan publikasi berita secara jujur dan hak atas komentar serta
kritik yang adil.
2)
Wartawan sedapat
mungkin meralat setiap pemberitaan yang telah dipublikasi yang ternyata tidak
benar dan merugikan pihak lain.
3)
Wartawan
hendaknya menganggap pelanggaran-pelanggaran profesi bersifat berat dalam
hal-hal berikut ini :
a.
Penjiplakan/plagiat
b.
Salah penulisan/pemberitaan
secara sengaja.
c.
Fitnah,pencemaran
nama baik,dan tuduhan yang tidak berdasar.
d.
Suap dalam bentuk
apapun untuk mempertimbangkan pemuatan berita ataupun untuk menyembunyikan
fakta.
4)
Menghormati
kebenaran dan hak masyarakat akan kebenaran merupakan kewajiban utama seorang
wartawan.
5)
Wartawan
hendaknya sadar akan bahaya diskriminasi yang dikarenakan oleh media. Oleh
karenanya,sedapat mungkin berusaha menghindari tindakan diskriminasi yang
didasarkan pada ras,jenis kelamin,orientasi seksual,bahasa,agama,pendapat
politik, atau pendapat lainnya, serta asal usul kebangsaan atau sosialnya.
6)
Wartawan yang
berhak menyandang gelar tersebut hendaknya dengan setia menaati prinsip-prinsip
tersebut di atas dalam menjalankan tugasnya. Dalam ketentuan umum di setiap
negara, wartawan hendaknya hanya mengakui yuridiksi rekan sekerja dalam masalah
profesi dan menolak setiap bentuk campur tangan pemerintah ataupun pihak
lainnya.
7)
Wartawan
hendaknya memberi laporan yang sesuai dengan fakta-fakta yang diketahui
sumbernya dan tidak menyembunyikan informasi yang penting atau memalsukan
dokumen.
8)
Wartawan
hendaknya mengakui kerahasiaan profesional berkenaan dengan sumber berita yang
didapatkan karena kepercayaan.
9)
Wartawan
hendaknya menggunakan cara yang wajar/pantas untuk memperoleh berita, foto, dan
dokumen.
B.
Penyimpangan Kode
Etik Jurnalistik
oleh Berbagai Media
Walaupun pers dituntut harus selalu tunduk dan taat
kepada Kode Etik Jurnalistik, pers ternyata bukanlah malaikat yang tanpa
kesalahan. Data yang ada menunjukkan bahwa pada suatu saat pers ada kalanya
melakukan kesalahan atau kekhilafan sehingga melanggar Kode Etik
Jurnalistik.
Berbagai faktor dapat menyebabkan
hal itu terjadi. Dari pengalaman hampir seperempat abad dapat disimpulkan bahwa
peristiwa tersebut dapat terjadi antara lain karena faktor-faktor sebagai
berikut:
Faktor
Ketidaksengajaan
1. Tingkat
profesionalisme masih belum memadai, antara lain meliputi:
- Tingkat upaya menghindari ketidaktelitian belum memadai.
- Tidak melakukan pengecekan ulang.
- Tidak memakai akal sehat.
- Kemampuan meramu berita kurang memadai.
- Kemalasan mencari bahan tulisan atau perbandingan.
- Pemakaian data lama (out of date) yang tidak diperbarui.
- Pemilihan atau pemakian kata yang kurang tepat.
- Tingkat upaya menghindari ketidaktelitian belum memadai.
- Tidak melakukan pengecekan ulang.
- Tidak memakai akal sehat.
- Kemampuan meramu berita kurang memadai.
- Kemalasan mencari bahan tulisan atau perbandingan.
- Pemakaian data lama (out of date) yang tidak diperbarui.
- Pemilihan atau pemakian kata yang kurang tepat.
2. Tekanan
deadline sehingga tanpa sadar terjadi kelalaian.
3. Pengetahuan
dan pemahaman terhadap Kode Etik Jurnalistik memang masih terbatas.
Faktor Kesengajaan
1.
Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang
Kode Etik Jurnalistik, tetapi sejak awal sudah ada niat yang tidak baik.
2.
Tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang memadai tentang Kode Etik Jurnalistik dan sejak awal sudah memiliki niat
yang kurang baik
3.
Karena persaingan pers sangat ketat, ingin
mengalahkan para mitra atau pesaing sesama pers secara tidak wajar dan tidak
sepatutnya sehingga sengaja membuat berita yang tidak sesuai dengan Kode Etik
Jurnalistik.
4.
Pers hanya dipakai sebagai topeng atau
kamuflase untuk perbuatan kriminalitas sehingga sebenarnya sudah berada di luar
ruang lingkup karya jurnalistik.
Jika pelanggaran terhadap kode etik
karena ketidak sengajaan, maka hal itu masih dimungkinkan adanya ruang untuk
toleransi. Biasanya apabila penyimpangan ini dilakukan secara tidak sengaja
maka pihak pers yang menerbitkannya akan langsung meralat kesalahan yang telah
mereka lakukan dan memperbaiki diri agar tidak terulang kembali.
Sebaliknya, apabila pelanggaran kode
etik dilakukan dengan sengaja, dan tidak ada pengakuan dari pihak yang
melanggar walaupun sudah diperingatkan tentang kekeliruannya maka pihak yang berwenang akan memberikan sanksi yang
tegas seperti larangan broadcast dan
lain – lain.
Berikut ini akan
ditampilkan contoh – contoh penyimpangan yang dilakukan pers :
1.
Sumber imajiner
Sumber berita dalam liputan pers harus jelas dan tidak
boleh fiktif. Satu
harian di Medan melaporkan bahwa dalam suatu kasus dugaan korupsi di Partai
Golkar Sumatera Utara, Kepolisian Daerah Sumut telah mengeluarkan Surat
Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3). Menurut harian ini, sumber berita
adalah Komisaris Besar A. Nainggolan dari Hubungan Masyarakat Polda Sumut yang
diumumkan dalam sebuah konferensi pers. Ternyata pertemuan itu tidak pernah
ada. Dan petugas
tersebut tidak pernah mengeluarkan statement
seperti itu.
2.
Identitas dan foto korban susila anak dimuat
Sesuai dengan asas moralitas, menurut kode etik
jurnalistik, masa depan anak harus dilindungi. Maka, apabila ada anak yang
menjadi korban kesusilaan, identitasnya harus dilindungi.
3.
Tidak paham makna “off the record”
Menurut kode etik wartawan harus menghormati ketentuan
tentang off the record. Artinya, apabila narasumber sudah mengatakan bahan yang
diberikan atau dikatakannya adalah off the record, wartawan tidak boleh
menyiarkannya. Apabila wartawan tidak bersedia, maka sejak awal boleh
membatalkan pertemuan dengan narasumber.
Off the record tidak berlaku bagi rahasia yang sudah
menjadi rahasia umum.
Tetapi, justru inilah yang tidak dilakukan oleh wartawan satu harian di
Yogyakarta. Seorang narasumber dari kantor Telekomunikasi setempat
mengungkapkan bahwa ada pungutan tidak resmi oleh Asosiasi Warung Telepon di
Yogyakarta antara Rp5 juta - Rp25 juta. Keterangan tersebut dengan jelas dan
tegas dinyatakan sebagai off the
record. Tetapi,
ternyata oleh wartawan surat kabar ini keterangan tersebut tetap disiarkan.
Akibatnya, narasumber tersebut dituduh mencemarkan nama baik. Di tingkat Pengadilan Negeri ia kalah. Alasannya, menurut hakim, yang boleh mengatakan off the record hanyalah pejabat tertentu! Orang pada posisi setingkat narasumber itu, seorang yang cuma memiliki jabatan kepala, tidak berhak mengeluarkan pernyataan off the record, kata hakim. (Pendapat demikian, dari sudut pandang Kode Etik Jurnalistik, tentulah sangat keliru.)
Akibatnya, narasumber tersebut dituduh mencemarkan nama baik. Di tingkat Pengadilan Negeri ia kalah. Alasannya, menurut hakim, yang boleh mengatakan off the record hanyalah pejabat tertentu! Orang pada posisi setingkat narasumber itu, seorang yang cuma memiliki jabatan kepala, tidak berhak mengeluarkan pernyataan off the record, kata hakim. (Pendapat demikian, dari sudut pandang Kode Etik Jurnalistik, tentulah sangat keliru.)
4.
Tidak memperhatikan kredibilitas narasumber
Berita ini tidak main-main. Judulnya: "Dua Jenderal Berebut Seorang
Janda." Adapun yang dimaksud dengan dua jenderal pun tidak
tanggung-tanggung, yaitu dua tokoh militer Indonesia: Try Sutrisno, mantan
panglima TNI dan juga mantan wakil presiden, serta Edy Sudrajat yang juga
mantan panglima TNI. Tetapi berita ini merupakan contoh bagaimana pers
kurang memperhatikan kredibilitas narasumber.
Wartawan yang menyiarkan berita ini hanya
berspekulasi bahwa pendapat narasumbernya 100% benar, padahal tidak ada cukup
bukti untuk memperkuat pendapat tersebut. Sehingga Try Sutrisno mengadukan sang
wartawan ke penegak hukum, dan memang oleh pengadilan wartawan tersebut
akhirnya dihukum penjara enam bulan.
5.
Melanggar hak properti pribadi
Karena merasa ada berita perselingkuhan antara
mantan anak presiden dengan polisi, seorang wartawan nekad masuk ke rumah
narasumber dengan melompati pagar rumah narasumber. Padahal wartawan tersebut
telah diperingatkan oleh pemilik rumah untuk tidak boleh masuk. Hal ini melanggar
kode etik, karena seorang wartawan harus menghormati hak – hak pribadi orang
lain, kecuali bila ada kepentingan umum.
6.
Menyiarkan gambar ilustrasi sembarangan
Penyiaran gambar ilustrasi dalam pers harus
memperhatikan relevansi sosial serta nilai – nilai yang hidup dalam masyarakat.
Penyiaran gambar yang sembarangan dapat diterima dengan makna yang jauh
berlainan.
Contohnya suatu majalah membuat berita tentang
remaja putri yang menjadi wanita panggilan. Gambar ilustrasi tersebut disertai
foto yang menggambarkan aktivitas sekelompok remaja putri di suatu tempat
perbelanjaan. Padahal remaja di foto tersebut sama sekali bukan wanita
panggilan. Orang tua dari remaja yang ada di foto tersebut langsung memprotes
pemuatan foto tersebut. Hal ini dikarenakan mencemarkan nama baik dari remaja
tersebut.
7.
Wawancara Fiktif
Untuk mengejar eksklusivitas, ada wartawan yang akhirnya melakukan
kesalahan fatal. Untuk membuktikan kehebatannya, sebagian wartawan sampai
menipu masyarakat dengan wawancara yang sebenarnya tidak pernah ada alias
fiktif. Satu harian di Jakarta memuat wawancara dengan seorang tokoh dalam
bentuk tanya jawab yang cukup panjang.
Setelah dimuat, barulah diketahui bahwa narasumber wawancara itu sebenarnya sudah meninggal dua tahun sebelum laporan ini disiarkan.
Setelah dimuat, barulah diketahui bahwa narasumber wawancara itu sebenarnya sudah meninggal dua tahun sebelum laporan ini disiarkan.
Dengan kata lain, wawancara tersebut tidak pernah
dilakukan dengan narasumber,
Jelas ini merupakan pelanggaran berat terhadap Kode Etik Jurnalistik karena
melakukan pemberitaan bohong. Namun pihak terkait tidak meminta maaf.
8. Tidak Memakai Akal Sehat
Apabila
suatu berita agak berada diluar akal sehat, harus dilakukan pengecekan berkali
– kali sampai terbukti apakah berita itu benar atau tidak. Prinsip yang harus
diterapkan wartawan adalah bersikap skeptis (tidak percaya) sampai terbukti
sebaliknya bahwa berita itu benar adanya.
Contoh:
sebuah media pers memberitakan bahwa organisasi Wanita Kowani (Kongres Wanita
Indonesia) Menyetujui untuk melakukan perkawinan poliandri dan perkawinan
sesama jenis. Berita ini padahal dengan tegas dibantah oleh pihak Kowani, namun
tetap saja diterbitkan. Padahal secara akal sehat, apakah mungkin organisasi
wanita semacam kowani menyetujui 2 hal tersebut untuk masyarakat indonesia?.
Oleh karena itu berita tersebut melanggar kode etik karena tidak akurat dan
mengandung fitnah.
9. Sumber berita tidak jelas
Contoh
ketika pesawat adam air jatuh di perairan Majene Sulawesi Barat, pada januari
2007. Hampir semua pers melakukan kesalahan fatal, hanya beberapa jam setelah
pesawat itu jatuh, sebgaian besar pers mewartakan bahwa pesawat tersebut jatuh
di daerah tertentu. Tak hanya itu, ada pula yang memberitakan bahwa rangka
pesawat telah ditemukan. Lebih dahsyat lagi sampai ada yang memberitakan bahwa
sembilan korban telah ditemukan masih hidup.
Ternyata
setelah di cross check,berita tersebut tidak ada yang benar mengenai dimana
jatuhnya pesawat dan jumlah korban yang hidup tidak ada. Nasib dan letak
pesawat tidak diketahui. Setelah ditanyai, sebenarnya berita yang dimiliki oleh
pers sumbernya bersifat imajiner alias tidak jelas. Pihak yang melanggar pun
tidak mengungkapkan permohonan maaf.
10. Tidak melayani hak jawab secara
benar
Hak
Jawab merupakan hal yang sangat penting dalam mekanisme kerja pers. Begitu
pentingnya Hak Jawab sehingga soal ini diatur baik dalam tingkat undang-undang
maupun dalam Kode Etik Jurnalistik. Hak Jawab memiliki dimensi demokratis dalam
pers. Adanya Hak Jawab menyebabkan publik memiliki akses kepada informasi pers
dan sekaligus sebagai sarana untuk membela kepentingan mereka terhadap
informasi yang merugikan mereka atau kelompoknya.
Maka baik menurut undang-undang
maupun Kode Etik Jurnalistik, pers wajib melayani hak jawab. Pers yang tidak
melayani hak jawab melanggar Kode Etik Jurnalistik (dan juga undang-undang).
11. Membocorkan identitas narasumber
Dalam
kasus tertentu wartawan mempunyai Hak Tolak, yakni hak untuk tidak
mengungkapkan identitas narasumber.
Hak ini dipakai karena pada satu sisi
pers membutuhkan informasi dari narasumber yang ada, tetapi pada sisi lain
keselamatan narasumber (dan juga mungkin keluarganya) dapat terancam kalau informasi
itu disiarkan.
Untuk menghadapi keadaan seperti itulah maka kemudian ada Hak Tolak.
Untuk menghadapi keadaan seperti itulah maka kemudian ada Hak Tolak.
Pers dapat meminta informasi dari
narasumber, tetapi narasumber dapat pula meminta kepada wartawan agar
identitasnya tidak disebutkan. Kalau ada yang menanyakan sumber informasi ini,
pers berhak menolak menyebutkannya. Inilah yang dimaksud dengan Hak Tolak.
Sekali
pers memakai Hak Tolak, maka pers wajib untuk terus melindungi indentitas
narasumbernya. Dalam keadaan ini seluruh tanggung jawab terhadap isi informasi
beralih kepada pers. Pers yang membocorkan identitas narasumber yang dilindungi
Hak Tolak melanggar hukum dan kode etik sekaligus. Tetapi, dalam praktik,
karena takut akan ancaman atau tidak mengerti makna kerahasiaan di balik Hak
Tolak, masih ada terbitan yang membocorkan identitas narasumber yang seharusnya
dirahasiakan, baik yang dilakukan secara terbuka maupun secara diam-diam.*
C.
Upaya-Upaya Pemerintah
dalam Mengendalikan Kebebasan
Pers
Mewujudkan kebebasan pers yang bertanggung jawab dan berkeadailan sosial
bagi seluruh RI, di perlukan adanya upaya-upaya untuk mengendalikan kebebasan
pers, supaya pers tetap berada di jalur yang benar dengan menjalankan fungsi
dan perannya sebagaimana di atur dalam ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Upaya Pemerintah dalam Mengendalikan Kebebasan Pers :
1. Membuat undang-undang pers.
2. Memfungsikan dewan pers sebagai pembina pers nasional.
3. Menegakkan supremasi hukum.
4. Melaksanakan sosialisasi dan meningkatkan kesadaran
rakyat akan hak-hak asasi manusia.
Hubungan yang harus dibentuk Pers, Masyarakat dan Pemerintah
Hal terpenting yang harus diperhatikan :
1.
Interaksi
harus dikembangkan sekreatif mungkin.
2.
Negara
Indonesia, berpaham pada keseluruhan dan keseimbangan, baik antara
individu dan masyarakat
3.
Harus
dikembangkan hubungan fungsional.
4.
Adanya
pendekatan kultural terhadap segala persoalan, sebagai identitas Indonesia.
5.
Pengembangan
kultur politik yang memungkinkan ber-fungsinya sistem kontrol sosial dan kritik
secara efektif dan terbuka.
6.
Pembangunan
masyarakat bisa berlangsung dalam pola evolusi, reformasi dan revolusi.
7.
Pembangunan
seluruh bidang kehidupan masyarakat yang pelaksanaannya bertahap dan selektif.
8.
Adanya
kekurangan merupakan gejala umum yg harus kita terima bersama.
9.
Mrp
hubungan kekerabatan dan fungsional yang
terus menerus dikembangkan dalam mekanisme dialog.
10.
Adanya otonomi
masing-masing lembaga sesuai asas Demokrasi Pancasila.
11.
Pers “lahir” di
tengah-tengah masyarakat, sehingga pers dan masyarakat tidak dapat dipisahkan.
12.
Menurut Wilbur
Schramm, pers adalah “Watcher, forum and teacher” (pengamat,
forum dan guru).
Dampak penyalahgunaan
kebebasan pers menurut Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 1999 tentang pers
menyebutkan bahwa “Kemerdekaan pers adalah suatu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”. Ini
artinya, kemerdekaan pers bukan berarti pers merdeka dan bebas-sebebasnya dalam
menyajikan berita, melainkan juga harus diikuti dengan kesadaran akan
pentingnya penyampaian berita yang santun, berkaidah jurnalistik, dan
menjunjung supremasi hukum. Tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode
etik wartawan harus benar-benar dijalankan.
Masyarakat perlu lebih
selektif dalam memilih pemberitaan. Secara kontraproduktif kini justru
dimanfaatkan oknum-oknum media untuk menyimpang dari orientasi perjuangan pers
sebagai pilar keempat demokrasi. Jika fungsi penyampaian informasi/berita
disalahgunakan hal ini dapat berdampak sebagai berikut :
1)
Distorsi informasi:
lazimnya dengan menambah atau mengurangi informasi, akibatnya maknanya berubah.
2)
Dramatisasi fakta
palsu: dapat dilakukan dengan memberikan ilustrasi secara verbal, auditif
ataupun visual yang berlebihan mengenai suatu objek.
3)
Mengganggu
privacy: hal ini dilakukan melalui peliputan yang melanggar hal – hal pribadi
narasumber.
4)
Pembunuhan
karakter: dilakukan dengan cara terus menerus menonjolkan sisi buruk
individu/kelompok/organisasi tanpa menampilkan secara berimbang dengan tujuan
membangun citra negatif yang menjatuhkan.
5)
Eksploitasi seks:
media menampilkan seks sebagai komoditas secara serampangan tanpa memperhatikan
batasan norma dan kepatuhan.
6)
Meracuni pikiran
anak – anak: eksploitasi kesadaran berpikir anak yang diarahkan secara tidak
normal pada hal – hal yang tidak mendidik.
7)
Penyalahgunaan
kekuasaan: media menyalahgunakan kekuatannya dalam mempengaruhi opini publik
dalam suatu praktik pembogongan massa.
Untuk meminimalisir
atau mencegah dampak yang timbul akibat penyalahgunaan kebebasan pers atau
media massa.
Pihak Masyarakat :
Ø Turut memberikan
saran atau masukan kepada pers tentang berbagai hal
Ø Memberikan informasi
atau keterangan kepada pers yang sebenar-benarnya dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Ø Turut memanfaatkan
pers dengan sebaik-baiknya agar perkembangan pers berjalan secara baik.
Pihak Pemerintah :
v Menegakkan hukum dan
peraturan tentang pers dengan setegas-tegasnya.
v Tidak turut campur
terlalu dalam karena akan menggerogoti kebebasan pers itu sendiri.
v Memberikan
kesempatan kepada para investor untuk membangun basis industri pers.
Pihak Wartawan :
q Kejujuran dalam mengulas suatu kejadian
q Dukungan nilai-nilai autentik
q Kesedian untuk bertanggung jawab
q Memiliki kemandirian moral
q Memiliki keberanian moral
q Memiliki kerendahan hati
q Sikap kritis dan realistis
BAB 3
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan yang telah diuraikan penulis, dapat disimpulkan bahwa:
1.
Kode etik jurnalistik adalah sejumlah aturan dasar yang mengikat seluruh
profesi kewartawanan dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai wartawan,
serta halhal yang digunakan sebagai landasan pers dalam melaksanakan
kegiatannya.
2.
Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan berbagai media antara lain sumber
imajiner, identitas dan foto korban susila anak dimuat, tidak paham makna “off the record”, tidak memperhatikan kredibilitas
narasumber, melanggar hak properti pribadi, menyiarkan gambar ilustrasi
sembarangan, wawancara fiktif, tidak memakai akal sehat, sumber berita tidak jelas, tidak
melayani hak jawab secara benar, membocorkan identitas narasumber.
3.
Adapun upaya pemerintah dalam mengendalikan kebebasan
pers yaitu:
v Menegakkan hukum dan
peraturan tentang pers dengan setegas-tegasnya.
v Tidak turut campur
terlalu dalam karena akan menggerogoti kebebasan pers itu sendiri.
v Memberikan
kesempatan kepada para investor untuk membangun basis industri pers.
v Membuat undang-undang pers.
v Memfungsikan dewan pers sebagai pembina pers nasional.
v Menegakkan supremasi hukum.
v Melaksanakan sosialisasi dan meningkatkan kesadaran
rakyat akan hak-hak asasi manusia.
B. Saran
Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
keterbatasan pengetahuan dan kurangnya referensi tentang judul makalah ini.
Penulis banyak berharap
para pembaca mau memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penullis
demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah ini di kesempatan-kesempatan
berikutnya.
Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hartati, Sarwono & Atik. 2011.
Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA
Kelas XII. Jakarta : Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan
UU RI No. 40 th 1999 tentang pers
Silabus Pkn kelas XII semester 2
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1.
RATIH BERLIANA : Paparazzi yang seringkali diam-diam meliput berita. Apakah
hal tersebut tidak melanggar kode etik pers?
Jawaban: Secara
perjanjian internasional paparazzi yang diam-diam meliput berita apabila wartawan
dalam memperoleh berita menggunakan cara yang tidak wajar. Hal ini tentu saja
melanggar kode etik, dan apabila berita yang disebarkan tidak benar, hal ini
juga adapat dikategorikan sebagai pelanggaran.
2.
REZA BHAKTI F : Bagaimana pendapat anda tentang wartawan yang dibunuh
setelah memberitakan sebuah kejadian?
Jawaban: Hal ini harus
diperiksa secara detail, kita tidak bisa menentukan secara sepihak siapa yang
membunuhnya tanpa adda bukti yang jelas. Mungkin bisa dikatakan karena wartawan
itu sudah harus deadline. Ia melakukan berbagai cara untuk mendapatkan berita
yang hangat sampai-sampai membahayakan hidupnya sendiri agar tidak kehilangan
pekerjaannya. Itu mungkin saja bisa terjadi apabila berita itu berisi sebuah
fakta yang dirahasiakan oleh pihak tertentu. Seharusnya wartawan juga harus
menghormati privasi orang lain. Walaupun secara hukum pers, pihak pers
mendapatkan perlindungan yang besar.
3.
WIDHA P : Pada pemerintahan Soeharto, wartawan tidak mempunyai kebebasan
dalam meliput sebuah berita berita
tentang tata pemerintahan. Apakah pada waktu itu kaum wartawan memang tidak
mempunyai kebebasan? Bagaimana menurut anda?
Jawaban: Pada zaman orde
baru tidak ada kebebasan pers. Pers di zaman itu dikendalikan oleh pemerintah
untuk mendukung pembangunan yang sedang dilakukan oleh pemerintah agar rakyat
bisa ikut mendukung. Akibat tingkah laku pemerrintah ini banyak sekali pers
terutama media massa yang tidak setuju dengan hal ini, dengan cara menyebarkan
berita tentang keburukan tata pemerintahan mengenai demokrasi yang samasekali
tidak ada hak asasi yang dihormati. Hal ini, menurut Soeharto dapat dilihat
sebagai penurunan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Sehingga, seringkali
pihak kementerian penerangan mebredeli pers-pers tersebut. PWI yang sudaj dibentuk
pada waktu itu malah digunakan oleh pemerintah sebagai pengontrol pers, bukan
sebagai pembela hak-hak pers.
4.
DEWI ZULIANA O : Bagaimana pendapat anda tentang berita yang settingan?
Apakah itu sesuai dengan kode etik?
Jawaban: Tentu saja
berita settingan itu melanggar, apalgi berita itu tidak memiliki sumber dan
keterangan yang jelas. Pihak yang dirugikan dapat melaporkan pihak terkait
dengan menunjukkan bukti-bukti yang dapat menjelaskan bahwa berita itu salah.
Bukan hanya kode etik saja yang dilanggar, tetapi wartawan yang menyiarkan
berita itu juga melanggar hukum. Dapat dipidana dengan pasal mengenai
pencemaran nama baik dan penipuan publik.
LAMPIRAN
"Hi!..
BalasHapusGreetings everyone, my name Angel of Jakarta. during my
visiting this website, I found a lot of useful articles, which indeed I was looking earlier. Thanks admin, and everything."
Ejurnalism