Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab Sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat Demokratis di Indonesia

Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab Sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat Demokratis di Indonesia


Disusun untuk melengkapi tugas mata pelajaran  Pendidikan Kewarganegaraan tahun ajaran 2013/2014
1)    Andika Putra B.      (04)
2)    Ika Noor Aini          (17)
3)    M. Beny Azhari      (21)
4)    Ayu Rosidah            (28)
5)    Rizky Maulida K.P (35)
 
Disusun oleh kelompok 2           kelas XII IPA 1
Anggota:      
           



---
SMA 1 BAE
Jl. Jend. Sudirman KM. 04, Telp./Fax.(0291)438821 Kudus 59322
TAHUN AJARAN
2013/2014

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
            Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Kewarganegaraan  Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab Sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat Demokratis di Indonesia ini dengan baik dan lancar.
            Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas Pendidikan Kewarganegaraan, selain itu dapat menambah pengetahuan bagi penyusun dan para pembaca. Makalah ini disusun dengan mengacu pada berbagai sumber, mulai dari buku maupun internet.
            Mudah-mudahan dengan tersusunnya makalah ini dapat di gunakan sebagai sarana menambah pengetahuan bagi penulis maupun pembaca.
            Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka dari itu kritik dan saran senantiasa penyusun harapkan.
Wassalamualaikum Wr. Wb.


                                                                                                                            Penyusun


















DAFTAR ISI
Halaman Judul.....................................................................................................................1
Kata Pengantar....................................................................................................................2
Daftar Isi..............................................................................................................................3
BAB 1
      Pendahuluan
A.      Latar Belakang.........................................................................................................4
B.      Rumusan Masalah...................................................................................................4
C.      Tujuan......................................................................................................................4
D.     Manfaat...................................................................................................................5
E.      Sistematika Penulisan..............................................................................................5
      
       BAB 2
Kode Etik Jurnalistik
A.      Kode Etik.................................................................................................................6
B.      Penyimpang kode etik jurnalistik oleh berbagai media........................................19
C.      Upaya-upaya pemerintah dalam mengendali-kan kebebasan pers.....................24

BAB 3
Penutup
A.      Kesimpulan...........................................................................................................27
B.      Saran.....................................................................................................................27

Daftar Pustaka..................................................................................................................28

Lampiran..........................................................................................................................29
















BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Jurnalistik adalah suatu pekerjaan yang mengemban tanggung jawab dan mensyaratkan adanya kebebasan. Karena, tanpa adanya kebebasan seorang wartawan sulit untuk melakukan pekerjaanya. Akan tetapi, kebabasan tanpa disertai tanggung jawab mudah menjerumuskan wartawan kedalam praktek jurnlistik yang kotor, merendahkan harkat dan martabat wartawan tersebut. Karena itulah baik di negara-negara maju maupun negara berkembang persyaratan untuk menjadi wartawan dirasa sangat berat sekali. Wartawan harus benar-benar bisa menjaga perilaku dalam kegiatan jurnalistiknya sesuai dengan aturan yang ada, yaitu sesuai dengan kode etik jurnalistik, dan Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 tahun 1999.

Kode Etik haruslah menjadi landasan moral. Penetapan kode etik guna menjamin tegakanya kebebasan pers serta terpenuhinya hak – hak masyarakat. Wartawan memiliki kebebasan pers yakni kebebasan mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Meskipun demikian, kebebasan disini dibatasi dengan kewajiban menghormati norma norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat.

B.     Rumusan Masalah
Untuk membatasi pembahasan masalah pada makalah ini penulis menyusun rumusan masalah sebagai berikut :

1.      Apa itu kode etik jurnalistik ?
2.      Apa saja penyimpangan yang dilakukan berbagai media?
3.      Apa upaya  pemerintah dalam mengendalikan kebebasan Pers?


C.     Tujuan
1.      Mengetahui dan mengerti apa itu kode etik jurnalistik, apa saja yang terdapat didalamnya serta pengaplikasiannya dalam kehidupan jurnalistik nantinya.
2.      Mengetahui pelanggaran/penyimpangan apa saja yang sering dilakukan berbagai media saat ini.
3.      Menganggulangi dan mencegah untuk terjadinya penyimpangan terhadap kode etik jurnalistik.


D.    Manfaat
Penulis mengharapkan bahwa makalah yang dibuat ini akan bermanfaat diberbagai kalangan terutama kalangan siswa – siswi dan Bapak/Ibu Guru. Manfaat yang bisa dirasakan antara lain :

1.      Menambah pengetahuan mengenai kebebasan pers yang bertanggung jawab.
2.      Kita bisa menilai suatu berita apakah menyimpang dari kode etik jurnalistik atau tidak.
3.      Kita mengetahui dan mengerti apa itu kode etik jurnalistik, apa saja yang terdapat didalamnya serta bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan jurnalistik.
4.      Dapat mengetahui berita mana yang harus dipercaya dan yang tidak dapat dipercaya.


E.     Sistematika Penulisan
Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini penulis menggunakan studi kepustakaan, yaitu penulis mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab Sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat Demokratis di Indonesia.  Sistematika Penulisan Di dalam makalah ini terdiri dari tiga bab yaitu:
1.  Bab I berisi Pendahuluan,
2.  Bab II berisi Pembahasan,
3. Bab II berisi Penutup.







BAB 2
KODE ETIK JURNALISTIK

A.    Kode Etik
A.1             Kode Etik secara Umum
Kode adalah sistem pengaturan – pengaturan (system of rules). Etik adalah norma perilaku, suatu perbuatan dikategorikan etis apabila sesuai dengan aturan yang menuntun perilaku baik manusia. Sedangkan jurnalistik adalah profesi dalam kegiatan tulis menulis berita atau kewartawanan. Kode etik ialah norma yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai pedoman tingkah laku.
Kode etik merupakan himpunan etika profesi kewartawanan dan ditetapkan oleh dewan pers. Etika pers adalah etika semua orang yang terlibat dalam kegiatan pers, terdiri dari kewajiban pers, baik dan buruknya, pers yang benar dan pers yang mengatur tingkah laku pers.
Sumber etika pers adalah keadaan moral pers mengenai pengetahuan baik dan buruk, benar dan salah, serta tepat dan tidak tepat bagi orang – orang yang terlibat dalam kegiatan pers.
Kode etik memiliki ciri – ciri antara lain :
1.      Kode etik dibuat dan disusun oleh organisasi profesi ybs. Sesuai dengan aturan organisasi dan bukan dari pihak luar.
2.      Sanksi bagi yang melanggar kode etik bukan pidana, melainkan bersifat moral atau mengikat secara moral pada anggota kelompok tersebut.
3.      Daya jangkau suatu kode etik hanya berlaku pada anggota organisasi yang memiliki kode etik tersebut bukan pada organisasi lain.
Kode etik memiliki fungsi sebagai :
1.      Alat kontrol sosial, yaitu tidak hanya mengatur hubungan antara sesama anggota seprofesi, tetapi juga dapat mengatur hubungan antara anggota organisasi profesi tersebut dengan masyarakat.
2.      Mencegah adanya kontrol dan campur tangan pihak lain, termasuk pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu.

Kode etik pers memiliki klarifikasi 3 mode, yaitu kode etik wartawan indonesia, kode praktik bagi media pers, dan kode etik jurnalistik.




A.2            Kode Etik Jurnalistik
Kode etik jurnalistik adalah sejumlah aturan dasar yang mengikat seluruh profesi kewartawanan dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai wartawan.
kode etik jurnalistik merupakan hal yang digunakan sebagai landasan pers dalam melaksanakan kegiatannya, hal ini tercantum dalam rules of the game untuk pers yaitu antara lain :
  • Landasan Idiil              : Pancasila (Pemb. UUD 1945)
  • Landasan Konstitusi    : Undang-Undang Dasar 1945
  • Landasan Yuridis         : Undang-undang Pokok Pers
  • Landasan Strategis      : GBHN
  • Landasan Profesional  : Kode Etik Jurnalistik
  • Landasan Etis              : Tata nilai yang berlaku dalam masyarakat

Berikut ini akan dijabarkan Kode Etik Jurnalistik beserta penafsirannya yang berasal dari Hasil Kongres XXII di Banda Aceh 27-29 Juli 2008.  Draft awal adalah keputusan Konkernas PWI 4 – 10 Juli 2007 di Jayapura, Papua.


PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu kemerdekaan pers wajib dihormati oleh semua pihak.
Mengingat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, seluruh wartawan Indonesia menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila.
Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat, dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan terutama anggota PWI.




PENAFSIRAN
PEMBUKAAN
Kode Etik Jurnalistik ialah ikrar yang bersumber pada hati nurani wartawan dalam melaksanakan kemerdekaan mengeluarkan pikiran yang dijamin sepenuhnya oleh Pasal 28 UUD 1945, yang merupakan landasan konstitusional wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Kemerdekaan mengeluarkan pikiran ialah hak paling mendasar yang dimiliki setiap insan wartawan, yang wajib dijunjung tinggi dan dihormati oleh semua pihak. Sekalipun kemerdekaan mengeluarkan pikiran merupakan hak wartawan yang dijamin konstitusi, mengingat negara kesatuan Republik Indonesia ialah negara berdasarkan hukum, maka setiap wartawan wajib menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran dalam menggunakan haknya untuk mengeluarkan pikiran.
Wartawan bersama seluruh masyarakat, wajib mewujudkan prinsip-prinsip kemerdekaan pers yang profesional dan bermartabat. Tugas dan tanggungjawab yang luhur itu hanya dapat dilaksanakan, apabila wartawan selalu berpegang teguh kepada kode etik jurnalistik, dan masyarakat memberi kepercayaan penuh serta menghargai integritas profesi tersebut.
Mengingat perjuangan wartawan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjuangan bangsa Indonesia, maka selain bertanggungjawab kepada hati nuraninya, setiap wartawan wajib bertangungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada Masyarakat, Bangsa dan Negara dalam melaksanakan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Sadar akan hak, kewajiban dan tanggung jawabnya itu, dan untuk melestarikan kemerdekaan pers yang profesional dan bermartabat serta kepercayaan masyarakat, maka dengan ikhlas dan penuh kesadaran wartawan menetapkan kode etik jurnalistik yang wajib ditaati dan diterapkan.
BAB I
KEPRIBADIAN  DAN  INTEGRITAS

PENAFSIRAN
BAB I
KEPRIBADIAN  DAN  INTEGRITAS
Wartawan harus memiliki kepribadian dalam arti keutuhan dan keteguhan jati diri, serta integritas dalam arti jujur, adil, arif dan terpercaya.
Kepribadian dan integritas wartawan yang ditetapkan di dalam Bab I Kode Etik Jurnalistik mencerminkan tekad PWI mengembangkan dan memantapkan sosok Wartawan sebagai profesional, penegak kebenaran, nasionalis, konstitusional dan demokratis serta beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.



Pasal 1
Wartawan beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,   berjiwa  Pancasila   taat Undang-Undang Dasar Negara RI, kesatria, bersikap independen  serta terpercaya dalam mengemban profesinya.

PENAFSIRAN
Pasal 1
1.    Semua perilaku, ucapan dan karya jurnalistik wartawan harus senantiasa dilandasi, dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta oleh nilai-nilai luhur Pancasila, dan mencerminkan ketaatan pada Konstitusi Negara.
2.    Ciri-ciri wartawan yang kesatria, adalah :
•    Berani membela kebenaran dan keadilan;
•    Berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya, termasuk karya jurnalistiknya;
•    Bersikap demokratis
•    Menghormati kebebasan orang lain dengan penuh santun dan tenggang rasa;
•    Dalam menegakkan kebenaran, senantiasa menjunjung tinggi harkat-martabat manusia dengan menghormati orang lain, bersikap demokratis, menunjukkan kesetiakawanan sosial.
3.    Yang dimaksud dengan mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara adalah, wartawan Indonesia sebagai makluk sosial yang bekerja bukan untuk kepentingan diri sendiri, kelompok atau golongan, melainkan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara;
4.    Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
5.    Terpercaya adalah orang yang berbudi luhur, adil, arif dan cermat, serta senantiasa mengupayakan karya terbaiknya.

Profesi adalah pekerjaan tetap yang memiliki unsur-unsur :
•      Himpunan pengetahuan dasar yang bersifat khusus;
•      Terampil dalam menerapkannya;
•      Tata cara pengujian yang obyektif;
•      Kode Etik serta lembaga pengawasan dan pelaksanaan penaatannya.

Pasal 2
Wartawan dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang dan prasangka atau diskriminasi terhadap jenis kelamin,  orang cacat, sakit, miskin atau lemah.




PENAFSIRAN
Pasal 2
Wartawan wajib mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar dengan tolak ukur : Yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara ialah memaparkan atau menyiarkan rahasia negara atau rahasia militer,dan berita yang bersifat spekulatif.
Mengenai penyiaran berita yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang, wartawan perlu memperhatikan kesepakatan selama ini menyangkut isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) dalam masyarakat. Tegasnya, wartawan Indonesia menghindari pemberitaan yang dapat memicu pertentangan suku, agama, ras dan antargolongan.

Pasal 3
Wartawan tidak beriktikad buruk, tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan, memutar balikkan fakta, bohong, bersifat fitnah,  cabul,  sadis, dan  sensasional.

PENAFSIRAN
Pasal 3
1.      Yang  dimaksud tidak beriktikad buruk berarti tidak ada niat secara   sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
2.      Yang dimaksud dengan menyesatkan adalah berita yang membingungkan, meresahkan, membohongi, membodohi atau melecehkan kemampuan berpikir khalayak.
3.      Yang dimaksud dengan memutarbalikkan fakta, adalah mengaburkan atau mengacau-balaukan fakta tentang suatu peristiwa dan persoalan, sehingga masyarakat tidak memperoleh gambaran yang lengkap, jelas, pasti dan seutuhnya untuk dapat membuat kesimpulan dan atau menentukan sikap serta langkah yang tepat.
4.      Yang dimaksud dengan bersifat fitnah, adalah membuat kabar atau tuduhan yang tidak berdasarkan fakta atau alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
5.      Yang dimaksud dengan Cabul, adalah melukai perasaan susila dan berselera rendah.
6.      Yang dimaksud dengan sadis, adalah kejam, kekerasan dan mengerikan.
7.      Yang dimaksud dengan sensasi berlebihan, adalah memberikan gambaran yang melebihi kenyataan sehingga bisa menyesatkan.
Pasal 4
Wartawan tidak menyalahgunakan profesinya dan tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suar, suara dan gambar), yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang atau sesuatu pihak.





PENAFSIRAN
Pasal 4
1.    Yang dimaksud dengan imbalan adalah pemberian dalam bentuk materi, uang, atau fasilitas kepada wartawan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan berita dalam bentuk tulisan di media cetak, tayangan di layar televisi atau siaran di radio siaran.
Penerimaan imbalan sebagaimana dimaksud Pasal ini, adalah perbuatan tercela.
2.  Semua tulisan atau siaran yang bersifat sponsor atau pariwara di media massa harus disebut secara jelas sebagai penyiaran sponsor atau pariwara.

BAB II
CARA  PEMBERITAAN
Pasal 5
Wartawan menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan ketepatan dari kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini. Tulisan yang berisi interpretasi dan opini, disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.   Penyiaran karya jurnalistik rekaulang  dilengkapi dengan keterangan,  data tentang sumber rekayasa yang ditampilkan.

PENAFSIRAN
Pasal 5
1.      Yang dimaksud berita secara berimbang dan adil ialah menyajikan berita yang bersumber dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan, penilaian atau sudut pandang masing-masing kasus secara proporsional.
2.      Mengutamakan kecermatan dari kecepatan, artinya setiap penulisan, penyiaran atau penayangan berita hendaknya selalu memastikan kebenaran dan ketepatan sesuatu peristiwa dan atau masalah yang diberitakan.
3.      Tidak  mencampuradukkan  fakta  dan  opini, artinya  seorang wartawan tidak menyajikan pendapatnya sebagai berita atau fakta.
Apabila suatu berita ditulis atau disiarkan dengan opini, maka berita tersebut wajib disajikan dengan menyebutkan nama penulisnya.
Pasal 6
Wartawan menghormati dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) kehidupan pribadi, kecuali menyangkut kepentingan umum.
PENAFSIRAN
Pasal 6
Pemberitaan hendaknya tidak merendahkan atau merugikan harkat-martabat, derajat, nama baik serta perasaan susila seseorang. Kecuali perbuatan itu bisa berdampak negatif bagi masyarakat.



Pasal 7
Wartawan selalu menguji informasi, menerapkan  prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang serta menghormati asas praduga tak bersalah.
Wartawan menghormati asas praduga tak bersalah, senantiasa menguji kebenaran informasi, dan menerapkan  prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang serta.

PENAFSIRAN
Pasal 7
Seseorang tidak boleh disebut atau dikesankan bersalah melakukan sesuatu tindak pidana atau pelanggaran hukum lainnya sebelum ada putusan tetap pengadilan.
Prinsip adil, artinya tidak memihak atau menyudutkan seseorang atau sesuatu pihak, tetapi secara faktual memberikan porsi yang sama dalam pemberitaan baik bagi polisi, jaksa, tersangka atau tertuduh, dan penasihat hukum maupun kepada para saksi, baik yang meringankan maupun yang memberatkan.
Jujur, mengharuskan wartawan menyajikan informasi yang sebenar-benarnya, tidak dimanipulasi, tidak diputarbalikkan.
Berimbang, tidak bersifat sepihak, melainkan memberi kesempatan yang sama kepada pihak yang berkepentingan

Pasal 8
Wartawan  tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebut identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

PENAFSIRAN
Pasal 8
Tidak menyebut nama dan identitas korban, artinya pemberitaan tidak memberikan petunjuk tentang siapa korban perbutan susila tersebut baik wajah, tempat kerja, anggota keluarga dan atau tempat tinggal, namun boleh hanya menyebut jenis kelamin dan umur korban. Kaidah – kaidah ini juga berlaku dalam kasus pelaku kejahatan dibawah umur.


BAB III
SUMBER  BERITA
Pasal 9
Wartawan menempuh cara yang profesional, sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita, kecuali dalam peliputan yang bersifat investigative.



PENAFSIRAN
Pasal 9
1. Sopan, artinya  wartawan berpenampilan rapi dan bertutur kata yang baik. Juga, tidak menggiring, memaksa secara kasar, menyudutkan, apriori, dan sebagainya,terhadap sumber berita.
2. Terhormat, artinya memperoleh bahan berita dengan cara-cara yang benar, jujur dan ksatria.
3    Mencari dan mengumpulkan bahan berita secara terbuka dan terang-terangan sehingga memberi keterangan dengan kesadaran bahwa dia turut bertanggung jawab atas berita tersebut.
(Contoh, tidak menyiarkan berita ‘hasil nguping’ atau secara sembunyi - sembunyi).
Menyatakan identitas pada dasarnya perlu untuk penulisan berita peristiwa langsung (straight news), berita ringan (soft news), karangan khas (features), dan berita pendalaman (in-depthreporting).
Untuk berita hasil penyelidikan/pengusutan (investigative reporting), pada saat pengumpulan fakta dan data wartawan boleh tidak menyebut identitasnya. Tetapi, pada saat mencari kepastian (konfirmasi) pada sumber yang berwenang, wartawan perlu menyatakan diri sedang melakukan tugas kewartawanan kepada sumber berita.
Pasal 10
Wartawan dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang tidak akurat dengan disertai permintaan maaf, dan memberi kesempatan hak jawab secara proporsional kepada sumber atau obyek berita.

PENAFSIRAN
Pasal 10
Hak jawab diberikan pada kesempatan pertama untuk menjernihkan duduk persoalan yang diberikan.
Pelurusan atau penjelasan tidak boleh menyimpang dari materi pemberitaan bersangkutan, dan maksimal sama panjang dengan berita sebelumnya.

Pasal 11
Wartawan harus menyebut sumber berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita serta meneliti kebenaran bahan berita.

PENAFSIRAN
Pasal 11
1.    Sumber berita merupakan penjamin kebenaran dan ketepatan bahan berita. Karena itu, wartawan perlu memastikan kebenaran berita dengan cara mencari dukungan bukti-bukti kuat (atau otentik) atau memastikan kebenaran dan ketepatannya pada sumber-sumber terkait.
Upaya dan proses pemastian kebenaran dan ketepatan bahan berita adalah wujud iktikad, sikap dan perilaku jujur dan adil setiap wartawan profesional.
2.    Sumber berita dinilai memiliki kewenangan bila memenuhi syarat-syarat:
Kesaksianlangsung, Ketokohan, Pengalaman. Kedudukan/jabatan terkait dan keahlian.
Pasal 12
Wartawan tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.

PENAFSIRAN
Pasal 12
Mengutip berita, tulisan atau gambar hasil karya pihak lain tanpa menyebut sumbernya merupakan tindakan plagiat, tercela dan dilarang.

Pasal 13
Wartawan dalam menjalankan profesinya memiliki hak tolak untuk melindungi identitas dan keberadaan narasumber yag tidak ingin diketahui. Segala tanggung jawab akibat penerapan hak tolak ada pada wartawan yang bersangkutan.

PENAFSIRAN
Pasal 13
1.      Nama atau identitas sumber berita perlu disebut, kecuali atas permintaan sumber berita itu untuk tidak disebut nama atau identitasnya sepanjang menyangkut fakta lapangan (empiris) dan data.
2.      Wartawan mempunyai hak tolak, yaitu hak untuk tidak mengungkapkan nama dan identitas sumber berita yang dilindunginya.
3.      Terhadap sumber berita yang dilindungi nama dan identitasnya hanya disebutkan “menurut sumber —-“ (tetapi tidak perlu menggunakan kata-kata “menurut sumber yang layak dipercaya”). Dalam hal ini, wartawan bersangkutan bertanggungjawab penuh atas pemuatan atau penyiaran berita tersebut.
Pasal 14
Wartawan menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita, serta tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita. Serta tidak menyiarkan keterangan “off the record”.

PENAFSIRAN
Pasal 14
1.    Embargo, yaitu permintaan menunda penyiaran suatu berita sampai batas waktu yang ditetapkan oleh sumber berita, wajib dihormati.
2.    Bahan latar belakang adalah informasi yang tidak dapat disiarkan langsung dengan menyebutkan identitas sumber berita, tetapi dapat digunakan sebagai bahan untuk dikembangkan dengan penyelidikan lebih jauh oleh wartawan bersangkutan, atau dijadikan dasar bagi suatu karangan atau ulasan yang merupakan tanggung jawab wartawan bersangkutan sendiri.
3.    Keterangan “off the record” atau keterangan bentuk lain yang mengandung arti sama diberikan atas perjanjian antara sumber berita dan wartawan bersangkutan dan tidak disiarkan.
Untuk menghindari salah faham, ketentuan “off the record” harus dinyatakan secara tegas oleh sumber berita kepada wartawan bersangkutan.
Ketentuan tersebut dengan sendirinya tidak berlaku bagi wartawan yang dapat membuktikan telah memperoleh bahan berita yang sama dari sumber lain tanpa dinyatakan sebagai “off the record”.

BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 15
Wartawan harus dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Jurnalistik PWI (KEJ-PWI) dalam melaksanakan profesinya.

PENAFSIRAN
Pasal 15
Kode Etik Jurnalistik dibuat oleh wartawan, dari dan untuk wartawan sebagai acuan moral dalam menjalankan tugas kewartawanannya dan berikrar untuk menaatinya.

Pasal 16
Wartawan menyadari sepenuhnya bahwa penaatan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing.

PENAFSIRAN
Pasal 16
Penaatan dan pengamalan kode etik jurnalistik bersumber dari hati nurani masing-masing wartawan.

Pasal 17
Wartawan mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI.
Tidak satu pihakpun diluar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap wartawan dan atau medianya berdasar pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik ini.

PENAFSIRAN
Pasal 17
1.     Kode Etik Jurnalistik ini merupakan pencerminan adanya kesadaran profesional. Hanya PWI yang berhak mengawasi pelaksanaannya dan atau    menyatakan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh  wartawan serta menjatuhkan sanksi atas wartawan bersangkutan.
2.    Pelanggaran kode etik jurnalistik tidak dapat dijadikan dasar pengajuan gugatan pidana maupun perdata.
Dalam hal pihak luar menyatakan keberatan terhadap penulisan atau penyiaran suatu berita, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada PWI melalui Dewan Kehormatan PWI. Setiap pengaduan akan ditangani oleh Dewan Kehormatan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam pasal-pasal 22, 23, 24, 25, 26  dan 27 Peraturan Rumah Tangga PWI.
Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga dan Kode Etik Jurnalistik PWI sesuai dengan hasil Kongres XXII PWI di Banda Aceh 27-29 Juli 2008.


A.3            Kode Etik Wartawan Indonesia
Dewan Pers dalam rapat koordinasi dengan 26 organisasi wartawan di Bandung (5-7 Agustus 1999), dalam salah satu bahasannya berhasil menyepakati 7 butir Kode Etik Wartawan Indonesia.

Isi Kode Etik Tersebut:
1.      Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2.      Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
3.      Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.
4.      Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadisdan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
5.      Wartawan Indonesia tidak menerima suap, dan tidak menyalahgunakan profesi.
6.      Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
7.      Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani Hak Jawab.

Organisasi PWI memiliki dewan kehormatan yang berwenang untuk memberikan sanksi terhadap pelakunya. Keputusan lembaga ini tidak dapat diganggu gugat. Hukuman yang dijatuhkan kepada pelanggar sebagai berikut :
1.      Peringatan biasa
2.      Peringatan keras
3.      Skorsing dari keanggotaan PWI untuk selama – lamanya 2 tahun





A.4            Kode Praktik bagi Media Pers
Kode praktik bagi media pers disusun oleh dewan pers sebagai upaya penegakan independensi serta penerapan prinsip pers mengatur sendiri (self regulated). Fungsinya menjamin berlakunya etika dan standar jurnalis profesional serta media yang bertatunggung jawab. Oleh karena itu disusunlah kode praktik jurnalistik yang meliputi sebagai berikut:
a)      Privasi
1)      Penggunaan kamera tanpa seizin yang bersangkutan tidak dibenarkan.
2)      Redaksi harus menjamin wartawannya mematuhi semua ketentuan.
3)      Wartawan tidak boleh bertahan di kediaman narasumber yang telah memintanya meninggalkan tempat.
4)      Setiap orang berhak dihormati privasinya.
5)      Pers wajib berhati – hati menahan diri menerbitkan informasi yang bisa dikategorikan melanggar privasi, kecuali hal itu demi kepentingan publik.
6)      Wartawan tidak menelepon, bertanya, memaksa, atau memotret seseorang setelah diminta untuk menghentikan upaya itu.
7)      Wartawan dan fotografer tidak diperbolehkan memperoleh atau mencari informasi dan gambar melalui intimidasi, pelecehan, atau pemaksaan.

b)      Diskriminasi
1)      Pers menghindari penulisan yang mendetail tenatng keadaan atau profil seseorang kecuali hal itu secara langsung berkaitan dengan isi berita.
2)      Pers menghindari prasangka atau sikap merendahkan seseorang berdasarkan perbedaan.

c)      Akurasi
1)      Pers tidak menerbitkan informasi yang kurang akurat, menyesatkan, atau diputarbalikkan.
2)      Pers wajib membedakan antara komentar, dugaan, dan fakta.
3)      Pers kritis terhadap sumber berita dan mengkaji fakta dengan hati – hati.
4)      Jika diketahui informasi yang dimuat/disiarkan ternyata tidak akurat, menyesatkan, atau diputarbalikkan, koreksi harus segera dilakukan jika perlu disertai permohonan maaf.
5)      Pers menyiarkan secara seimbang dan akurat hal – hal yang menyangkut pertikaian yang melibatkan dua pihak.
6)      Dalam menyebarkan informasi, pers wajib menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan individu atau kelompok.

d)      Liputan Kriminalitas
1)      Pers tidak boleh mengidentifikasi anak – anak di bawah umur yang terlibat dalam kasus serangan seksual.
2)      Pers menghindarkan identifikasi keluarga atau teman yang dituduh atau disangka melakukan kejahatan tanpa seizin mereka.
3)      Pertimbangan khusus harus diperhatikan untuk kasus anak – anak yang menjadi saksi atau menjadi korban kejahatan.


e)      Pornografi
1)      Pers tidak menyiarkan informasi dan produk visual yang diketahui menghina atau melecehkan perempuan.

f)       Sumber rahasia
1)      Pers memiliki kewajban moral untuk melindungi sumber- sumber informasi rahasia atau konfidensial. Cara yang dilakukan sebagai berikut :
                                                            I.            Dokumen atau foto hanya boleh diambil tanpa seizin pemiliknya.
                                                          II.            Jurnalis tidak memperoleh atau mencari informasi atau gambar melalui cara- cara yang tidak dibenarkan atau menggunakan dalih – dalih.
                                                        III.            Dalih dapat dibenarkan bila menyangkut kepentingan publik.

g)      Hak jawab dan bantahan
1)      Hak jawab atas berita yang tidak akurat harus dihormati.
2)      Kesalahan dan ketidakakuratan wajib segera dikoreksi.
3)      Koreksidan sanggahan wajib diterbitkan segera.


A.5              Kode Etik Wartawan Seluruh Dunia

Untuk secara universal atau dunia memiliki kode etik yang telah disahkan oleh perkumpulan wartawan seluruh dunia. Kode etik itu antara lain :

1)      Dalam melaksanakan kewajiban ini wartawan harus membela prinsip – prinsip kebebasan dan pengumpulan publikasi berita secara jujur dan hak atas komentar serta kritik yang adil.
2)      Wartawan sedapat mungkin meralat setiap pemberitaan yang telah dipublikasi yang ternyata tidak benar dan merugikan pihak lain.
3)      Wartawan hendaknya menganggap pelanggaran-pelanggaran profesi bersifat berat dalam hal-hal berikut ini :
a.      Penjiplakan/plagiat
b.      Salah penulisan/pemberitaan secara sengaja.
c.       Fitnah,pencemaran nama baik,dan tuduhan yang tidak berdasar.
d.      Suap dalam bentuk apapun untuk mempertimbangkan pemuatan berita ataupun untuk menyembunyikan fakta.
4)      Menghormati kebenaran dan hak masyarakat akan kebenaran merupakan kewajiban utama seorang wartawan.
5)      Wartawan hendaknya sadar akan bahaya diskriminasi yang dikarenakan oleh media. Oleh karenanya,sedapat mungkin berusaha menghindari tindakan diskriminasi yang didasarkan pada ras,jenis kelamin,orientasi seksual,bahasa,agama,pendapat politik, atau pendapat lainnya, serta asal usul kebangsaan atau sosialnya.



6)      Wartawan yang berhak menyandang gelar tersebut hendaknya dengan setia menaati prinsip-prinsip tersebut di atas dalam menjalankan tugasnya. Dalam ketentuan umum di setiap negara, wartawan hendaknya hanya mengakui yuridiksi rekan sekerja dalam masalah profesi dan menolak setiap bentuk campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya.
7)      Wartawan hendaknya memberi laporan yang sesuai dengan fakta-fakta yang diketahui sumbernya dan tidak menyembunyikan informasi yang penting atau memalsukan dokumen.
8)      Wartawan hendaknya mengakui kerahasiaan profesional berkenaan dengan sumber berita yang didapatkan karena kepercayaan.
9)      Wartawan hendaknya menggunakan cara yang wajar/pantas untuk memperoleh berita, foto, dan dokumen.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     
B.     Penyimpangan Kode Etik Jurnalistik oleh Berbagai Media
Walaupun pers dituntut harus selalu tunduk dan taat kepada Kode Etik Jurnalistik, pers ternyata bukanlah malaikat yang tanpa kesalahan. Data yang ada menunjukkan bahwa pada suatu saat pers ada kalanya melakukan kesalahan atau kekhilafan sehingga melanggar Kode Etik Jurnalistik. 
Berbagai faktor dapat menyebabkan hal itu terjadi. Dari pengalaman hampir seperempat abad dapat disimpulkan bahwa peristiwa tersebut dapat terjadi antara lain karena faktor-faktor sebagai berikut:
Faktor Ketidaksengajaan
1.      Tingkat profesionalisme masih belum memadai, antara lain meliputi:
- Tingkat upaya menghindari ketidaktelitian belum memadai.
- Tidak melakukan pengecekan ulang.
- Tidak memakai akal sehat.
- Kemampuan meramu berita kurang memadai.
- Kemalasan mencari bahan tulisan atau perbandingan.
- Pemakaian data lama (out of date) yang tidak diperbarui.
- Pemilihan atau pemakian kata yang kurang tepat. 
2.      Tekanan deadline sehingga tanpa sadar terjadi kelalaian. 
3.      Pengetahuan dan pemahaman terhadap Kode Etik Jurnalistik memang masih terbatas.








Faktor Kesengajaan
1.       Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang Kode Etik Jurnalistik, tetapi sejak awal sudah ada niat yang tidak baik.
2.      Tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang Kode Etik Jurnalistik dan sejak awal sudah memiliki niat yang kurang baik
3.      Karena persaingan pers sangat ketat, ingin mengalahkan para mitra atau pesaing sesama pers secara tidak wajar dan tidak sepatutnya sehingga sengaja membuat berita yang tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik.
4.      Pers hanya dipakai sebagai topeng atau kamuflase untuk perbuatan kriminalitas sehingga sebenarnya sudah berada di luar ruang lingkup karya jurnalistik.


                        Jika pelanggaran terhadap kode etik karena ketidak sengajaan, maka hal itu masih dimungkinkan adanya ruang untuk toleransi. Biasanya apabila penyimpangan ini dilakukan secara tidak sengaja maka pihak pers yang menerbitkannya akan langsung meralat kesalahan yang telah mereka lakukan dan memperbaiki diri agar tidak terulang kembali.
                        Sebaliknya, apabila pelanggaran kode etik dilakukan dengan sengaja, dan tidak ada pengakuan dari pihak yang melanggar walaupun sudah diperingatkan tentang kekeliruannya maka pihak  yang berwenang akan memberikan sanksi yang tegas seperti larangan broadcast dan lain – lain.
Berikut ini akan ditampilkan contoh – contoh penyimpangan yang dilakukan pers :
1.      Sumber imajiner
Sumber berita dalam liputan pers harus jelas dan tidak boleh fiktif. Satu harian di Medan melaporkan bahwa dalam suatu kasus dugaan korupsi di Partai Golkar Sumatera Utara, Kepolisian Daerah Sumut telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3). Menurut harian ini, sumber berita adalah Komisaris Besar A. Nainggolan dari Hubungan Masyarakat Polda Sumut yang diumumkan dalam sebuah konferensi pers. Ternyata pertemuan itu tidak pernah ada. Dan petugas tersebut tidak pernah mengeluarkan statement seperti itu.
2.      Identitas dan foto korban susila anak dimuat
Sesuai dengan asas moralitas, menurut kode etik jurnalistik, masa depan anak harus dilindungi. Maka, apabila ada anak yang menjadi korban kesusilaan, identitasnya harus dilindungi.



3.      Tidak paham makna “off the record”
Menurut kode etik wartawan harus menghormati ketentuan tentang off the record. Artinya, apabila narasumber sudah mengatakan bahan yang diberikan atau dikatakannya adalah off the record, wartawan tidak boleh menyiarkannya. Apabila wartawan tidak bersedia, maka sejak awal boleh membatalkan pertemuan dengan narasumber.
Off the record tidak berlaku bagi rahasia yang sudah menjadi rahasia umum.
Tetapi, justru inilah yang tidak dilakukan oleh wartawan satu harian di Yogyakarta. Seorang narasumber dari kantor Telekomunikasi setempat mengungkapkan bahwa ada pungutan tidak resmi oleh Asosiasi Warung Telepon di Yogyakarta antara Rp5 juta - Rp25 juta. Keterangan tersebut dengan jelas dan tegas dinyatakan sebagai off the record. Tetapi, ternyata oleh wartawan surat kabar ini keterangan tersebut tetap disiarkan.
Akibatnya, narasumber tersebut dituduh mencemarkan nama baik. Di tingkat Pengadilan Negeri ia kalah. Alasannya, menurut hakim, yang boleh mengatakan off the record hanyalah pejabat tertentu! Orang pada posisi setingkat narasumber itu, seorang yang cuma memiliki jabatan kepala, tidak berhak mengeluarkan pernyataan off the record, kata hakim. (Pendapat demikian, dari sudut pandang Kode Etik Jurnalistik, tentulah sangat
keliru.)

4.      Tidak memperhatikan kredibilitas narasumber
Berita ini tidak main-main. Judulnya: "Dua Jenderal Berebut Seorang Janda." Adapun yang dimaksud dengan dua jenderal pun tidak tanggung-tanggung, yaitu dua tokoh militer Indonesia: Try Sutrisno, mantan panglima TNI dan juga mantan wakil presiden, serta Edy Sudrajat yang juga mantan panglima TNI. Tetapi berita ini merupakan contoh bagaimana pers kurang memperhatikan kredibilitas narasumber.
Wartawan yang menyiarkan berita ini hanya berspekulasi bahwa pendapat narasumbernya 100% benar, padahal tidak ada cukup bukti untuk memperkuat pendapat tersebut. Sehingga Try Sutrisno mengadukan sang wartawan ke penegak hukum, dan memang oleh pengadilan wartawan tersebut akhirnya dihukum penjara enam bulan.
5.      Melanggar hak properti pribadi
Karena merasa ada berita perselingkuhan antara mantan anak presiden dengan polisi, seorang wartawan nekad masuk ke rumah narasumber dengan melompati pagar rumah narasumber. Padahal wartawan tersebut telah diperingatkan oleh pemilik rumah untuk tidak boleh masuk. Hal ini melanggar kode etik, karena seorang wartawan harus menghormati hak – hak pribadi orang lain, kecuali bila ada kepentingan umum.

6.      Menyiarkan gambar ilustrasi sembarangan
Penyiaran gambar ilustrasi dalam pers harus memperhatikan relevansi sosial serta nilai – nilai yang hidup dalam masyarakat. Penyiaran gambar yang sembarangan dapat diterima dengan makna yang jauh berlainan.
Contohnya suatu majalah membuat berita tentang remaja putri yang menjadi wanita panggilan. Gambar ilustrasi tersebut disertai foto yang menggambarkan aktivitas sekelompok remaja putri di suatu tempat perbelanjaan. Padahal remaja di foto tersebut sama sekali bukan wanita panggilan. Orang tua dari remaja yang ada di foto tersebut langsung memprotes pemuatan foto tersebut. Hal ini dikarenakan mencemarkan nama baik dari remaja tersebut.
7.      Wawancara Fiktif
Untuk mengejar eksklusivitas, ada wartawan yang akhirnya melakukan kesalahan fatal. Untuk membuktikan kehebatannya, sebagian wartawan sampai menipu masyarakat dengan wawancara yang sebenarnya tidak pernah ada alias fiktif. Satu harian di Jakarta memuat wawancara dengan seorang tokoh dalam bentuk tanya jawab yang cukup panjang.
Setelah dimuat, barulah diketahui bahwa narasumber wawancara itu sebenarnya sudah meninggal dua tahun sebelum laporan ini disiarkan.
Dengan kata lain, wawancara tersebut tidak pernah dilakukan dengan narasumber,
Jelas ini merupakan pelanggaran berat terhadap Kode Etik Jurnalistik karena melakukan pemberitaan bohong. Namun pihak terkait tidak meminta maaf.
8.      Tidak Memakai Akal Sehat
             Apabila suatu berita agak berada diluar akal sehat, harus dilakukan pengecekan berkali – kali sampai terbukti apakah berita itu benar atau tidak. Prinsip yang harus diterapkan wartawan adalah bersikap skeptis (tidak percaya) sampai terbukti sebaliknya bahwa berita itu benar adanya.
             Contoh: sebuah media pers memberitakan bahwa organisasi Wanita Kowani (Kongres Wanita Indonesia) Menyetujui untuk melakukan perkawinan poliandri dan perkawinan sesama jenis. Berita ini padahal dengan tegas dibantah oleh pihak Kowani, namun tetap saja diterbitkan. Padahal secara akal sehat, apakah mungkin organisasi wanita semacam kowani menyetujui 2 hal tersebut untuk masyarakat indonesia?. Oleh karena itu berita tersebut melanggar kode etik karena tidak akurat dan mengandung fitnah.




9.      Sumber berita tidak jelas
             Contoh ketika pesawat adam air jatuh di perairan Majene Sulawesi Barat, pada januari 2007. Hampir semua pers melakukan kesalahan fatal, hanya beberapa jam setelah pesawat itu jatuh, sebgaian besar pers mewartakan bahwa pesawat tersebut jatuh di daerah tertentu. Tak hanya itu, ada pula yang memberitakan bahwa rangka pesawat telah ditemukan. Lebih dahsyat lagi sampai ada yang memberitakan bahwa sembilan korban telah ditemukan masih hidup.
             Ternyata setelah di cross check,berita tersebut tidak ada yang benar mengenai dimana jatuhnya pesawat dan jumlah korban yang hidup tidak ada. Nasib dan letak pesawat tidak diketahui. Setelah ditanyai, sebenarnya berita yang dimiliki oleh pers sumbernya bersifat imajiner alias tidak jelas. Pihak yang melanggar pun tidak mengungkapkan permohonan maaf.
10.  Tidak melayani hak jawab secara benar
Hak Jawab merupakan hal yang sangat penting dalam mekanisme kerja pers. Begitu pentingnya Hak Jawab sehingga soal ini diatur baik dalam tingkat undang-undang maupun dalam Kode Etik Jurnalistik. Hak Jawab memiliki dimensi demokratis dalam pers. Adanya Hak Jawab menyebabkan publik memiliki akses kepada informasi pers dan sekaligus sebagai sarana untuk membela kepentingan mereka terhadap informasi yang merugikan mereka atau kelompoknya.
             Maka baik menurut undang-undang maupun Kode Etik Jurnalistik, pers wajib melayani hak jawab. Pers yang tidak melayani hak jawab melanggar Kode Etik Jurnalistik (dan juga undang-undang).

11.  Membocorkan identitas narasumber
Dalam kasus tertentu wartawan mempunyai Hak Tolak, yakni hak untuk tidak mengungkapkan identitas narasumber.
Hak ini dipakai karena pada satu sisi pers membutuhkan informasi dari narasumber yang ada, tetapi pada sisi lain keselamatan narasumber (dan juga mungkin keluarganya) dapat terancam kalau informasi itu disiarkan.
Untuk menghadapi keadaan seperti itulah maka kemudian ada Hak Tolak.
Pers dapat meminta informasi dari narasumber, tetapi narasumber dapat pula meminta kepada wartawan agar identitasnya tidak disebutkan. Kalau ada yang menanyakan sumber informasi ini, pers berhak menolak menyebutkannya. Inilah yang dimaksud dengan Hak Tolak.






Sekali pers memakai Hak Tolak, maka pers wajib untuk terus melindungi indentitas narasumbernya. Dalam keadaan ini seluruh tanggung jawab terhadap isi informasi beralih kepada pers. Pers yang membocorkan identitas narasumber yang dilindungi Hak Tolak melanggar hukum dan kode etik sekaligus. Tetapi, dalam praktik, karena takut akan ancaman atau tidak mengerti makna kerahasiaan di balik Hak Tolak, masih ada terbitan yang membocorkan identitas narasumber yang seharusnya dirahasiakan, baik yang dilakukan secara terbuka maupun secara diam-diam.*



C.     Upaya-Upaya Pemerintah dalam Mengendalikan Kebebasan Pers
Mewujudkan kebebasan pers yang bertanggung jawab dan berkeadailan sosial bagi seluruh RI, di perlukan adanya upaya-upaya untuk mengendalikan kebebasan pers, supaya pers tetap berada di jalur yang benar dengan menjalankan fungsi dan perannya sebagaimana di atur dalam ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

Upaya Pemerintah dalam Mengendalikan Kebebasan Pers :

1.      Membuat undang-undang pers.
2.      Memfungsikan dewan pers sebagai pembina pers nasional.
3.      Menegakkan supremasi hukum.
4.      Melaksanakan sosialisasi dan meningkatkan kesadaran rakyat akan hak-hak asasi manusia.

Hubungan yang harus dibentuk Pers, Masyarakat dan Pemerintah
Hal  terpenting yang harus diperhatikan :
1.      Interaksi harus dikembangkan sekreatif mungkin.
2.      Negara Indonesia, berpaham pada keseluruhan dan keseimbangan, baik antara individu dan masyarakat
3.      Harus dikembangkan hubungan fungsional.
4.      Adanya pendekatan kultural terhadap segala persoalan, sebagai identitas Indonesia.
5.      Pengembangan kultur politik yang memungkinkan ber-fungsinya sistem kontrol sosial dan kritik secara efektif dan terbuka.
6.      Pembangunan masyarakat bisa berlangsung dalam pola evolusi, reformasi dan revolusi.
7.      Pembangunan seluruh bidang kehidupan masyarakat yang pelaksanaannya bertahap dan selektif.
8.      Adanya kekurangan merupakan gejala umum yg harus kita terima bersama.
9.      Mrp hubungan  kekerabatan dan fungsional yang terus menerus dikembangkan dalam mekanisme dialog.
10.  Adanya otonomi masing-masing lembaga sesuai asas Demokrasi Pancasila.
11.  Pers lahir di tengah-tengah masyarakat, sehingga pers dan masyarakat tidak dapat dipisahkan.
12.  Menurut Wilbur Schramm, pers adalah Watcher, forum and teacher (pengamat, forum dan guru).

Dampak penyalahgunaan kebebasan pers menurut Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 1999 tentang pers menyebutkan bahwa “Kemerdekaan pers adalah suatu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”. Ini artinya, kemerdekaan pers bukan berarti pers merdeka dan bebas-sebebasnya dalam menyajikan berita, melainkan juga harus diikuti dengan kesadaran akan pentingnya penyampaian berita yang santun, berkaidah jurnalistik, dan menjunjung supremasi hukum. Tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode etik wartawan harus benar-benar dijalankan.
Masyarakat perlu lebih selektif dalam memilih pemberitaan. Secara kontraproduktif kini justru dimanfaatkan oknum-oknum media untuk menyimpang dari orientasi perjuangan pers sebagai pilar keempat demokrasi. Jika fungsi penyampaian informasi/berita disalahgunakan hal ini dapat berdampak sebagai berikut :
1)      Distorsi informasi: lazimnya dengan menambah atau mengurangi informasi, akibatnya maknanya berubah.
2)      Dramatisasi fakta palsu: dapat dilakukan dengan memberikan ilustrasi secara verbal, auditif ataupun visual yang berlebihan mengenai suatu objek.
3)      Mengganggu privacy: hal ini dilakukan melalui peliputan yang melanggar hal – hal pribadi narasumber.
4)      Pembunuhan karakter: dilakukan dengan cara terus menerus menonjolkan sisi buruk individu/kelompok/organisasi tanpa menampilkan secara berimbang dengan tujuan membangun citra negatif yang menjatuhkan.
5)      Eksploitasi seks: media menampilkan seks sebagai komoditas secara serampangan tanpa memperhatikan batasan norma dan kepatuhan.
6)      Meracuni pikiran anak – anak: eksploitasi kesadaran berpikir anak yang diarahkan secara tidak normal pada hal – hal yang tidak mendidik.
7)      Penyalahgunaan kekuasaan: media menyalahgunakan kekuatannya dalam mempengaruhi opini publik dalam suatu praktik pembogongan massa.





Untuk meminimalisir atau mencegah dampak yang timbul akibat penyalahgunaan kebebasan pers atau media massa.
     Pihak Masyarakat :
Ø  Turut memberikan saran atau masukan kepada pers tentang berbagai hal
Ø  Memberikan informasi atau keterangan kepada pers yang sebenar-benarnya dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ø  Turut memanfaatkan pers dengan sebaik-baiknya agar perkembangan pers berjalan secara baik.
Pihak Pemerintah :
v  Menegakkan hukum dan peraturan tentang pers dengan setegas-tegasnya.
v  Tidak turut campur terlalu dalam karena akan menggerogoti kebebasan pers itu sendiri.
v  Memberikan kesempatan kepada para investor untuk membangun basis industri pers.
Pihak Wartawan :
q   Kejujuran dalam mengulas suatu kejadian
q   Dukungan nilai-nilai autentik
q   Kesedian untuk bertanggung jawab
q   Memiliki kemandirian moral
q   Memiliki keberanian moral
q   Memiliki kerendahan hati
q   Sikap kritis dan realistis





















BAB 3
PENUTUP



A.    Kesimpulan
                        Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan penulis, dapat disimpulkan bahwa:
1.      Kode etik jurnalistik adalah sejumlah aturan dasar yang mengikat seluruh profesi kewartawanan dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai wartawan, serta halhal yang digunakan sebagai landasan pers dalam melaksanakan kegiatannya.
2.      Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan berbagai media antara lain sumber imajiner, identitas dan foto korban susila anak dimuat, tidak paham makna “off the record”, tidak memperhatikan kredibilitas narasumber, melanggar hak properti pribadi, menyiarkan gambar ilustrasi sembarangan, wawancara fiktif, tidak memakai akal sehat, sumber berita tidak jelas, tidak melayani hak jawab secara benar, membocorkan identitas narasumber.
3.      Adapun upaya pemerintah dalam mengendalikan kebebasan pers yaitu:
v  Menegakkan hukum dan peraturan tentang pers dengan setegas-tegasnya.
v  Tidak turut campur terlalu dalam karena akan menggerogoti kebebasan pers itu sendiri.
v  Memberikan kesempatan kepada para investor untuk membangun basis industri pers.
v  Membuat undang-undang pers.
v  Memfungsikan dewan pers sebagai pembina pers nasional.
v  Menegakkan supremasi hukum.
v  Melaksanakan sosialisasi dan meningkatkan kesadaran rakyat akan hak-hak asasi manusia.



B.     Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya referensi tentang judul makalah ini.
                        Penulis banyak berharap para pembaca mau memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penullis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah ini di kesempatan-kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.





DAFTAR PUSTAKA

Hartati, Sarwono & Atik. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta : Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan
UU RI No. 40 th 1999 tentang pers
Silabus Pkn kelas XII semester 2



PERTANYAAN DAN JAWABAN
1.     RATIH BERLIANA : Paparazzi yang seringkali diam-diam meliput berita. Apakah hal tersebut tidak melanggar kode etik pers?
Jawaban: Secara perjanjian internasional paparazzi yang diam-diam meliput berita apabila wartawan dalam memperoleh berita menggunakan cara yang tidak wajar. Hal ini tentu saja melanggar kode etik, dan apabila berita yang disebarkan tidak benar, hal ini juga adapat dikategorikan sebagai pelanggaran.
2.     REZA BHAKTI F : Bagaimana pendapat anda tentang wartawan yang dibunuh setelah memberitakan sebuah kejadian?
Jawaban: Hal ini harus diperiksa secara detail, kita tidak bisa menentukan secara sepihak siapa yang membunuhnya tanpa adda bukti yang jelas. Mungkin bisa dikatakan karena wartawan itu sudah harus deadline. Ia melakukan berbagai cara untuk mendapatkan berita yang hangat sampai-sampai membahayakan hidupnya sendiri agar tidak kehilangan pekerjaannya. Itu mungkin saja bisa terjadi apabila berita itu berisi sebuah fakta yang dirahasiakan oleh pihak tertentu. Seharusnya wartawan juga harus menghormati privasi orang lain. Walaupun secara hukum pers, pihak pers mendapatkan perlindungan yang besar.
3.     WIDHA P : Pada pemerintahan Soeharto, wartawan tidak mempunyai kebebasan dalam meliput sebuah berita   berita tentang tata pemerintahan. Apakah pada waktu itu kaum wartawan memang tidak mempunyai kebebasan? Bagaimana menurut anda?
Jawaban: Pada zaman orde baru tidak ada kebebasan pers. Pers di zaman itu dikendalikan oleh pemerintah untuk mendukung pembangunan yang sedang dilakukan oleh pemerintah agar rakyat bisa ikut mendukung. Akibat tingkah laku pemerrintah ini banyak sekali pers terutama media massa yang tidak setuju dengan hal ini, dengan cara menyebarkan berita tentang keburukan tata pemerintahan mengenai demokrasi yang samasekali tidak ada hak asasi yang dihormati. Hal ini, menurut Soeharto dapat dilihat sebagai penurunan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Sehingga, seringkali pihak kementerian penerangan mebredeli pers-pers tersebut. PWI yang sudaj dibentuk pada waktu itu malah digunakan oleh pemerintah sebagai pengontrol pers, bukan sebagai pembela hak-hak pers.
4.     DEWI ZULIANA O : Bagaimana pendapat anda tentang berita yang settingan? Apakah itu sesuai dengan kode etik?
Jawaban: Tentu saja berita settingan itu melanggar, apalgi berita itu tidak memiliki sumber dan keterangan yang jelas. Pihak yang dirugikan dapat melaporkan pihak terkait dengan menunjukkan bukti-bukti yang dapat menjelaskan bahwa berita itu salah. Bukan hanya kode etik saja yang dilanggar, tetapi wartawan yang menyiarkan berita itu juga melanggar hukum. Dapat dipidana dengan pasal mengenai pencemaran nama baik dan penipuan publik.




























LAMPIRAN                  


Komentar

  1. "Hi!..
    Greetings everyone, my name Angel of Jakarta. during my
    visiting this website, I found a lot of useful articles, which indeed I was looking earlier. Thanks admin, and everything."
    Ejurnalism

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN Penentuan Air Kristal Dalam Senyawa Hidrat

DAFTAR ASAM BASA

LAPORAN MENGUJI DAYA HANTAR LISTRIK BERBAGAI LARUTAN DALAM AIR